MAKALAH KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DAN KELUARGA SAKINAH MAWADDAH WARAHMAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Data perceraian di Indonesia yang semakin mencemaskan dari waktu ke waktu. Jika di tahun 2013 BKKBN menyatakan tingkat perceraian di Indonesia sudah menempati urutan tertinggi se-Asia Pasifik, ternyata di tahun-tahun berikutnya jumlah perceraian tetap semakin meningkat. Melihat data pernikahan dan perceraian di Indonesia yang dirilis oleh Kementerian Agama RI, tampak pernikahan relatif tetap di angka dua juta duaratusan ribu setiap tahun, sementara perceraian selalu meningkat hingga tembus di atas tiga ratus ribu kejadian setiap tahunnya. Tahun 2009 : Pernikahan 2.162.268, Perceraian 216.286 kejadian. Tahun 2010 : Pernikahan 2.207.364, Perceraian 285.184. Tahun 2011 : Pernikahan 2.319.821, Perceraian 258.119. Tahun 2012 : Pernikahan 2.291.265, Perceraian 372.577. Tahun 2013 : Pernikahan 2.218.130, Perceraian 324.527.
Berdasarkan data Kementerian Agama RI yang dimuat di Republika Online 14 September 2014, Sebagai sampel dari data dua tahun terakhir di 2012 dan 2013 saja. Jika diambil tengahnya, angka perceraian di dua tahun itu sekitar 350.000 kasus. Berarti dalam satu hari rata-rata terjadi 959 kasus perceraian, atau 40 perceraian setiap jam. Luar biasa fantastis. Di Indonesia terjadi 40 kasus perceraian setiap jamnya. Hampir seribu kasus perceraian setiap harinya. Yang lebih unik lagi, menurut Wakil Menteri Agama RI, sebanyak 70 % perceraian terjadi karena gugat cerai dari pihak istri. Artinya, 28 dari 40 perceraian setiap jamnya itu berupa gugat cerai dari istri.
            Selaku umat muslim di Indonesia, terbesit rasa sedih dan prihatin dengan kondisi keluarga masyarakat Indonesia yang memiliki jumlah angka perceraian mencapai 40 kasus setiap jamnya dan untuk menghindari adanya kasus perceraian atau kasus-kasus lain yang terdapat didalam rumah tangga, maka kami akan membahas bagaimana mewujudkan suatu keluarga yang bernuansa islami atau yang sering kita katakan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penjelasan dari pengertian ukhuwah dalam Islam?
2.      Bagaimana hakikat kerukunan dalam pluralitas beragama untuk manusia sebagai makhluk sosial?
3.      Bagaimana contoh-contoh kongkrit Islam sebagai rahmat bagi semesta alam?
4.      Bagaimana bentuk kebersamaan antar umat beragama?
5.      Bagaimana keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah?

1.3 Tujuan
1.      Mengetahui penjelasan dari pengertian ukhuwah dalam Islam.
2.      Mengetahui hakikat kerukunan dalam pluralitas beragama untuk manusia sebagai makhluk sosial
3.      Mengetahui contoh-contoh kongkrit Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
4.      Mengetahui bentuk kebersamaan antar umat beragama.
5.      Mengetahui keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Agama Islam Merupakan Rahmat bagi Seluruh Alam
            Secara bahasa, Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari asal kata salima yang berarti selamat sentosa, damai dan sejahtera. Dari kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa dan berarti juga menyerahkan diri, patuh dan taat.
            Menurut ajaran Islam manusia diberikan amanat oleh Allah untuk khalifah-Nya di bumi. Di antara misinya adalah menciptakan kemaslahatan bagi sesama makhluk Allah. Artinya, setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus memberikan kebaikan dan tidak boleh merugikan dan menyakiti pihak lain dengan cara menegakka aturan Allah. Itulah wujud rahmat dari agama Islam sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam Alquran pada surah al-Anbiya’ ayat 107 :
21:107

Artinya : Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam

            Rahmat adalah kasih sayang sesama pribadi, keluarga, masyarakat, dan sesama makhluk. Rambu-rambu kasih sayang itu telah diatur oleh Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

2.2 Kebersamaan Dalam Pluralitas Beragama
2.2.1 Manusia sebagai Makhluk Sosial
            Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah dapat hidup sendirian, ia membutuhkan hubungan dengan orang lain. Dalam masyarakat pluralis seperti di Indonesia hubungan antar kelompok masyarakat yang berbeda adat maupun agama tidak bisa dihindarkan. Oleh sebab itu, ajaran Islam yang pluralis sangat penting sebagai landasan dalam kehidupan bermsayarakat.
            Agama sebagai sesuatu yang mendasar dalam kehidupan seseorang seringkali menjadi kendala dalam hubungan antar masyarakat yang berlainan agama, sehingga terjadi konflik antar pengikut suatu agama dengan agama lain. Untuk itu, agama Islam memberikan tuntunan internal sesama umat Islam dan tuntunan eksternal dalam bersikap dengan penganut agama lain.
Sayyid Sabiq menulis :
“Toleransi dan lapang dada merupakan ciri khas masyarakat Islam. Masing-masing individu tidak ada yang merasa tinggi diri, sombong, congkak dan seterusnya. Kesombongan, kecongkakan, egois, tinggi hati merupakan sifat-sifat yang cenderung pada perbuatan syaithan, sebab sifat-sifat itu mengakibatkan tumbuhnya perpecahan dalam masyarakat dan permusuhan sesama manusia.”

2.2.2 Hubungan antar Umat Beragama
a.        Hubungan Internal Umat Islam
Persaudaraan dan ukhuwah merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam. Ukhuwah pada mulanya berarti “persamaaan dan kesesarian dalam hak”. Karenanya persamaan dalam iman mengakibatkan persaudaraan. Alquran menyebutkan kata yang mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbabagai persamaan, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.
     Masyarakat Muslim mengenal istilah Ukhuwah Islamiyah. Istilah ini perlu didudukkan maknanya, agar bahasan kita tentang ukhuwah tidak mengalami keracunan. Untuk itu lebih dahulu perlu dilakukan tinjauan kebahasan untuk menetapkan kedudukan kata Islamiyah. Selama ini ada kesan bahwa istilah tersebut bermakna “Persaudaraan yag dijalin sesama Muslim”, atau dengan kata lain “Islamiyah” dijadikan pelaku ukhuwah itu. Kata Islamiyah yang dirangkaikan dengan kata ukhuwah bisa dipahami sebagai adjektifa (kata sifat) sehingga ukhuwah Islamiyah berarti “Persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan Islam”.
Ukhuwah Islami dapat dibagi kedalam empat macam yaitu :
1.      Ukhuwah ‘ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan kesentudukan kepada Allah.
2.      Ukhuwah insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu yang sama, yaitu Adan dan Hawa.
3.      Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4.      Ukhuwah fi din al-islam yaitu persaudaraan antar sesama Muslim.

Oleh karena itu, faktor penting lahirnya persaudaraan dalam arti luas ataupun sempit adalah persamaan. Semakin banyak persamaan semakin kokoh persaudaraan. Persamaan rasa dan cinta merupakan faktor dominan yang mendahului lahirnya persaudaraan hakiki. Nabi SAW menggambarkan eratnya hubungan Muslim dengan Muslim sebagaimana anggota tubuh dengan anggota tubuh lainnya. Jika salah satu anggota tubuh terluka, maka anggota tubuh lainnya merasakan sakit. Perumpamaan tersebut mengisyaratkan hubungan yang erat antar sesama muslim, karena itu persengketaan antar Muslim berarti mencederai wasiat Rasul SAW.
Dalam hal agama, di kalangan umat Islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat dan penafsiran mengenai suatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan. Perbedaan pendapat atau penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran. Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat Islam dan memantapkan ukhuwah Islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep :
1.      Konsep tanawwu’ al-‘ibadah (keragaman cara beribadah) yang mengantar kepada pengakuan akan adanya keberagaman yang dipraktekkan Nabi SAW dalam bidang furu’ sehingga semua diakui kebenarannya, dengan catatan sesuai dengan Sunnah Rasulullah SAW.
2.      Konsep al-mukhti’fi al-ijtihad lahu ajr (yang salah dalam ber-ijtihad pun mendapat ganjaran satu pahala). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah, walaupun hasil ijtihad yang diamalkan itu keliru. Kendatipun demikian, pelu pula diperhatikan bahwa yang mengemukan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritas kelimuan. Perbedaan-perbedaan dalam produk ijtihad yang dilakukan ahlinya adalah sesuatu yang wajar, karena itu perbedaan yang ada hendaknya tidak mengorbankan ukhuwah Islamiyah yang terbina di atas landasan keimanan yang sama.
3.      Konsep la hukma lillah qabla ijtihad al-mujtahid (Allah belum menetapakan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujathid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam Alquran maupun Sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat Islam, khususnya pada mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.

Ketiga konsep diatas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam mentolerir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Zat yang mutlak itu hanyalah Allah, sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif, karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perpecahan.

b.        Hubungan antar Umat Beragama
Dalam masyarakat hubungan antar pemeluk agama yang berbeda-beda tidak bisa dihindarkan dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Bagi umat Islam hubungan ini tidak menjadi halangan. Sepanjang dalam kaitan sosial kemanusiaaan atau muamalah. Bahkan, dalam berhubungan dengan mereka umat Islam dituntut untuk menampilkan perilaku yang baik, sehingga dapat menarik mereka untuk mengetahui lebih banyak tentang ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Dalam sejarah Rasul kita dapat menemukan bahwa banyak orang kafir masuk ke dalam agama Islam disebabkan kesantunan perilaku pemeluknya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari misi Islam yang disebut da’wah bi al-hal (mengajak dengan tingkah laku).
Dalam hubungan dengan umat agama lain yang harus diperhatikan adalah hendaknya seorang Muslim tetap menjada keyakinan (‘aqidah) yakni menyakini bahwa hanya agama Islamlah yanh diridhai Allah dan agama yan bertauhid murni. Ini berarti bahwa hubungannya dengan pihak lain tidak sampai membenarkan keyakinan mereka atau saling tukar keyakinan. Tetapi tetap menghormati dan menghargai keyakinan masing-masng sebagaimana yang disebutkan di dalam Alquran pada surah al-Kafirun :
109:1
109:2
109:3
109:4
109:5
109:6

Artinya : Katakanlah :”Hai orang-orang kafir1, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah2, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah3 dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah4, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yan aku semba5, untukmu agamamu dan untukku agamaku6.”

            Penghormatan terhadap orang lain yang berbeda pada dasarnya merupakan wujud dari sikap proposional. Pada dasarnya ini merupakan prinsip dasar dari ajaran Islam yang mendorong umatnya agar terus menerus mengembangkan dan menebarkan rahmat keseluruh manusia bahkan kepada alam secara keseluruhan.



2.2.3 Kebersamaan dalam Pluralitas Beragama
            Pluralitas merupakan keragaman yang terdiri dari parsial-parsial yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karena itu, pluralitas tidak dapat berwujud atau terbayangkan eksistensinya kecuali sebagai anti tesa atau komparasi dari keseragaman dan kesatuan yang merangkum seluruh dimensinya. Pluralitas tidak pula dapat dipahami sebagai sesuatu yang “cerai-berai” dan “permusuhan” tanpa mempunyai tali persaudaraan yang mengikat dan merangkum semua bagian.
            Jika keragaman dari sistem kehidupan manusia terpulang kepada satu naungan kesatuan, maka manusia sebagai salah satu makhluk dari berbagai makhluk yang ada kembali kepada satu rangkuman yaitu bukti keesaan Tuhan. Manusia, malaikat, jin, ‘Arasy, bintang dan kosmos adalah makhluk-makhluk yang berbeda yang menyatu sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Beranjak dari deskripsi di atas, maka secara teoligis pluralitas dapat diyakini sebagai Sunatullah. Artinya adanya suatu keniscayaan bersifat natural yang telah ditetapkan (ditakdirkan) dan digariskan oleh Allah SWT untuk senantiasa berlaku dalam perputaran kosmos (dunia). Ketika pluralitas dipahami sebagai sunatullah maka pengingkaran terhadap pluralitas adalah kejahilan terhadap sunnatullah sendiri.
            Dalam Islam, ketunggalam diyakini hanya ada pada zat Allah, selain diri-Nya adalah nisbi dan relatif. Dia adalah sumber kejamakan, keragaman, dan parsialitas. Meyakini adanya hakikat ketunggalan pada zat selain Zat-Nya  merupakan kemusyrikan. Dengan demikian, keyakinan adanya pluralitas bagi makhluk adalah bagian dari iman kaum Muslim. Berdasarkan hal ini, maka dapat dipastikan bahwa meyakini adanya pluralitas memiliki dasar teologis dalam Islam.  Kerangka pluralitas dalam pandangan Islam, dipahami sebagai satu ayat (tanda kekuasaan) dari ayat Allah yang tidak tergantikan. Ayat-ayat tersebut berdiri diatas kekuasaan Allah untuk kemaslahatan dan kemanusiaan. Dengan kata lain, eksistensi manusia yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut merupakan faktor penyatu, dan perbedaan adalah kemajemukan dalam rangka kesatuan ini (ayat Tuhan). Tidak ada satu dimensi pun dipandang maslahat kecuali dengan adanya dimensi yang lainnya. Tidak ada artinya dakwah kalau umat ini satu dengan keyakinan dan satu dalam semua keadaan. Dengan keragaman itu, maka terjadi interaksi dan saling kenal, dialog, dan dakwah yang terus berlaku diantara kelompok umat yang berbeda dalam kehadiran yang meligkupinya. Dalam kaitan ini Allah berfirman dalam surah ar-Rum ayat 22 :
30:22

Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang Mengetahui.”

            Pluralitas itu juga tercipta agar setiap individu, suku, bangsa, lebih mudah melakukan ikatan sosial dan pengenalan antara satu dengan yang lain. Dalam relevansi ini Alquran menyatakan dalam surah al-Hujarat ayat 13 :
49:13
Artinya :”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

            Ayat ini menegaskan bahwa perbedaan, keragaman atau pluralitas sosiologis antropologis, yang digambarkan dengan penciptaan manusia dari jenis laki-laki dan wanita, suku dan bangsa, dijadikan untuk saling kenal-mengenal diantara sesama manusia. Alquran menjadikan “kenal mengenal” sebagai logikal awal pluralitas manusia di bumi ini. Dari sini terbangunlah filsafat kemanusiaan yang universal yakni interaksi yang baik, yang wujudnya untuk saling mengenal sesama mereka. Secara fisiologis, kenal-mengenal tersebut tidaklah dipahami hanya sebatas literalitas, namun lebih dari itu, untuk saling mehamami karakter, budaya, sikap, tingkah laku antar sesama manusia. Pemahaman yang demikian menjadikan hubungan antar manusia, budaya, peradaban, pemeluk agama saling pengertian.
            Dalam masayarakat Indonesia ditemukan perbedaan kepercayaan dan agama yang dianut penduduknya seperti Islam, Kristen, Budha, Hindu yang masing-masing pemeluknya mengakui kebeneran agamanya. Perbedaan ini adalah bagian dari konsekuensi pluralitas agama yang terkait dengan sejarah masyarakat Indonesia dalam relevansinya dengan masyarakat dunia. Keragaman agama, sebagaimana keragaman etnisitas suku dan bangsa, juga dipahami dalam satu perspektif kemanusiaan yang hidup berdampingan dengan kekhasannya membangun kehidupan bersama. Indonesia menjadi lebih unut dengan keunikan-keunikan agama yang dianut oleh penduduknya tersebut, keunikan-keunikan ini bukanlah ancaman terhadap pemeluk agama yang satu bagi eksistensi agama yang lainnya, tetapi akan lebih memperjelas keunikan tersendiri bagi masing-masing pemeluknya. Dengan demikian, agama yang dianut oleh seorang pemeluknya menjadi indentitas pribadinya sekaligus cerminan ajaran agamanya. Dalam hal ini, maka diperlukan dinamisasi dalam perlombaan menjadikan masing-masing pribadi dan kelompok menjadi yang terbaik tanpa mereduksi ajaran agamanya.

2.3 Keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah
Keluarga secara sinonimnya ialah rumah tangga, dan keluarga adalah satu institusi sosial yang berasas karena keluarga menjadi penentu utama tentang apa jenis warga masyarakat. Keluarga dan membentuk manusia yang budiman, keluarga yang sejahtera adalah tiang dalam pembinaan masyarakat.
Pengertian keluarga berencana sakinah, mawadah, wa rahmah dapat dijelaskan sebagai berikut, keluarga yang dibangun dengan niat dan perencanaan yang matang berdasar atas apa yang tertulis dalam Alquran dan petunjuk Rasulullah Muhammad SAW. Yaitu keluarga yang saling mencintai dan mengasihi, penuh pengertian, dan selalu mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan dan hanya mengharap ridho Allah semata.
Secara historis-filosofis, sakinah mawadah wa rahmah adalah hasil rangkaian dari tiga kata utama: Sakinah artinya tenang atau tentram, Mawadah artinya cinta atau harapan, dan Rahmah artinya kasih sayang dan satu kata sambung wa yang artinya dan. Sebagai mana yang telah diterangkan dalam Al quran surat Ar Rum ayat 21.
30:21
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Kalaupun ada, tidak akan bertahan lama. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT. Mengapa sakinah begitu penting dalam pernikahan? Seperti kita tahu bahwa pernikahan itu tidak hanya ikatan suci di dunia, melainkan ikatan tersebut akan dipertanggungjawabkan juga di akhirat.
Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.
Rahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik (teladan). Kewajiban seorang istri untuk mena’ati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban.
Keluarga sakinah mawadah wa rahmah adalah sebuah kondisi sebuah keluarga yang sangat ideal yang terbntuk berlndaskan Alquran dan sunah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Keluarga sakinah akan terwujud jika para anggota keluarga dapat memenuhi kewajiban-kewajibanya terhadap Allah, terhadap diri sendiri, terhadap keluarga, terhadap masyarakat dan terhadap lingkunganya,sesuai ajaran Alquran dan Sunah Rasul

2.4 Ciri-ciri Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah
Adapun Ciri-ciri keluarga sakinah mawaddah wa rahmah itu antara lain: Menurut hadis Nabi SAW, pilar keluarga sakinah itu ada beberapa hal yaitu
*      Memiliki kecenderungan kepada agama.
*      Yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda.
*      Sederhana
*      Santun dalam bergaul.
*      Selalu introspeksi.
*      Suami dan istri yang setia (saleh/salehah).
*      Memiliki anak-anak yang berbakti.
*      Lingkungan sosial yang sehat.
*      Memiliki rezeki yang halal.

Hubungan antara suami istri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu menutup aurat, melindungi diri dari panas dingin, perhiasan. Sebagai contoh : Suami terhadap istri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika istri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika istri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Istri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan istri, jangan terbalik jika saat keluar rumah istri atau suami tampil menarik agar dilihat orang banyak. Sedangkan giliran ada dirumah suami atau istri berpakaian seadanya, tidak menarik, sehingga pasangannya tidak menaruh simpati sedikitpun padanya. Suami istri saling menjaga penampilan pada masing-masing pasangannya.
Suami istri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak saja. Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami istri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya. Sebagaimana firman Allah swt.
Menurut ajaran Islam membentuk keluarga Islami merupakan kebahagiaan dunia akherat. Kepuasan dan ketenangan jiwa akan tercermin dalam kondisi keluarga yang damai, tenteram, tidak penuh gejolak. Bentuk keluarga seperti enilah yang dinamakan keluarga sakinah. Keluarga demikian ini akan dapat tercipta apabila dalam kehidupan sehari-harinya seluruh kegiatan dan perilaku yang terjadi di dalamnya diwarnai dan didasarkan dengan ajaran agama.
Lebih lanjut diperjelas oleh Nabi SAW di dalam hadisnya bahwa di dalam keluarga sakinah terjalin hubungan suami-istri yang serasi dan seimbang, tersalurkan nafsu seksual dengan baik di jalan yang diridhoi Allah SWT, terdidiknya anak-anak yang shaleh dan shalihah, terpenuhi kebutuhan lahir, bathin, terjalin hubungan persaudaraan yang akrab antara keluarga besar dari pihak suami dan dari pihak istri, dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik, dapat menjalin hubungan yang mesra dengan tetangga, dan dapat hidup bermasyarakat dan bernegara secara baik pula.
Seperti hadis yang disampaikan oleh Anas ra. Bahwasanya ketika Allah menghendaki suatu keluarga menjadi individu yang mengerti dan memahami agama, yang lebih tua menyayangi yang lebih kecil dan sebaliknya, memberi rezeki yang berkecukupan di dalam hidup mereka, tercapai setiap keinginannya, dan menghindarkan mereka dari segala cobaan, maka terciptalah sebuah keluarga yang dinamakan sakinah, mawaddah, warahmah.
Itulah antara lain komponen-komponen dari bangunan keluarga sakinah. Antara yang satu dengan lainnya saling melengkapi dan menyempurnakan. Jadi apabila tidak terpenuhi salah satunya yang terjadi adalah ketidakharmonisan dan ketimpangan di dalam kehidupan rumah tangga. Contoh kasus, sebuah rumah tangga yang oleh Allah diberikan kecukupan materinya akan tetapi hubungan antar anggota keluarganya tidak terbina dengan baik, artinya tidak ada rasa saling menghormati dan pengertian antara yang satu dengan yang lainnya, yang tua tidak menyayangi yang lebih muda dan yang muda tidak mau menghormati yang lebih tua, maka yang terjadi adalah diskomunikasi dan ketidakharmonisan rumah tangga.keluarga yang seperti ini tidak bisa disebut keluarga sakinah.
Begitupun sebaliknya, sebuah keluarga yang kekurangan materi atau finansialnya maka yang terjadi adalah percekcokan dan perselisihan yang mengakibatkan tidak tenteramnya kehidupan keluarga. Meskipun tidak semua keluarga yang kekurangan materi akan mengalami hal tersebut, namun itu hanya sedikit sekali terjadi dikehidupan sekarang ini. Sebab manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya materi.
Namun dari semua itu perlu diingat bahwa ada sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan penentu baik tidaknya kehidupan keluarga, yaitu tiada lain adalah suami dan istri itu sendiri. Karena merekalah pelaku utama di dalam rumah tangga. Seperti disebutkan di atas bahwa salah satu komponen keluarga sakinah adalah keseimbangan hubungan suami-istri.
Memang sebenarnya kewajiban berbuat baik tidak hanya antar suami dan istri saja. Di dalam alquran kewajiban itu untuk siapa saja. Oleh karenanya, sebagai umat Islam yang baik kita dianjurkan untuk nasehat-menasehati dimulai dari orang yang paling dekat hubungannya dengan kita sampai kepada siapa saja yang perlu untuk itu.
Untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu melalui proses yang panjang dan pengorbanan yang besar, di antaranya:
ü  Pilih pasangan yang shaleh atau shalehah yang taat menjalankan perintah Allah dan sunnah Rasulullah SWT.
ü  Pilihlah pasangan dengan mengutamakan keimanan dan ketaqwaannya dari pada kecantikannya, kekayaannya, kedudukannya.
ü  Pilihlah pasangan keturunan keluarga yang terjaga kehormatan dan nasabnya.
ü  Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk menghidari hubungan yang dilaran Allah SWT
ü  Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dengan dorongan iman, cinta, dan ibadah.
ü  Istri berusaha menjalankan kewajibann ya sebagai istri dengan dorongan ibadah dan berharap ridha Allah semata.
ü  Suami istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya, saling menghargai, merasa saling membutuhkan dan melengkapi, menghormati, mencintai, saling mempercai kesetiaan masing-masing, saling keterbukaan dengan merajut komunikasi yang intens.
ü  Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu bersama dalam mengarungi badai dan gelombang kehidupan.
ü  Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah bersama-sama
ü  Suami istri selalu memomon kepada Allah agar diberikan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
ü  Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan instropeksi diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang.
ü  Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi perselisihan, maka anggota keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan nafsu amarahnya.












BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Kerukunan antar umat beragama merupakan satu kesatuan yang dilandasi saling pengertian mengenai keadaan pemeluk agama lain untuk menjalankan syariat agamanya dengan tidak menimbulkan konflik dan gangguan. Agama Islam yang kita anut adalah satu-satunya agama yang benar dan mampu membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, maka setiap umat Islam harus menunjukkan dan bisa menjadi contoh yang terbaik bagaimana menjadi pribasi dan masyarakat yang terbaik yang bisa membawa kedamaian.
Keluarga sakinah mawadah wa rahmah adalah sebuah kondisi sebuah keluarga yang sangat ideal yang terbntuk berlndaskan Alquran dan sunah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Keluarga sakinah akan terwujud jika para anggota keluarga dapat memenuhi kewajiban-kewajibanya terhadap Allah, terhadap diri sendiri, terhadap keluarga, terhadap masyarakat dan terhadap lingkunganya, sesuai ajaran Alquran dan Sunah Rasul.

3.2 Saran
            Untuk menjadikan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, diperlukan adanya pemilihan secara selektif terhadap calon pendamping hidup. Wanita yang baik hanya untuk lelaki yang baik, maka untuk kita mendapatkan lelaki yang baik diperlukan adanya perubahan dalam diri kita masing-masing (Ibda’ binafsik = mulai lah dari diri sendiri). Wallahu ‘alam bisshowab








DAFTAR PUSTAKA

Batubara, Manaon, et al. 2015. Al-Islam Pendidikan Agama untuk Perguruan Tinggi. Medan : Cita Pustaka Media Perintis
Fuad Kauma dan Nipan. 2003. Membimbing Istri Mendampingi Suami. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Nawawi al-Bantani. 2000.  Hak dan Kewajiban Suami Istri Pedoman Membina Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Ash-Shaff




Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN GENETIKA ALEL DAN GEN GANDA

LAPORAN MONOHIBRID DAN DIHIBRID

LAPORAN OKULASI