PEMANFAATAN MIKROORGANISME UNTUK PRODUKSI SAUERKRAUT
Makalah Mikrobiologi Pangan
PEMANFAATAN
MIKROORGANISME UNTUK PRODUKSI SAUERKRAUT
Oleh
:
Kelompok
3
Dwi
Putri Novitasari 4122220004
Nira
Wati 4123220017
Rafika
Khaira 4123220022
Yuli
Hardiyanti 4122220013
Zebulon
Naftalip Situmeang 4123220033
BIOLOGI
NONDIK A 2012
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
MEDAN
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kepada
Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul, “Pemanfaatan Mikroorganisme Untuk Produksi Sauerkraut” dalam kajian
Biologi sebagai bentuk pengajuan tugas dari mata kuliah Mikrobiologi Pangan
oleh Ibunda Dra. Uswatun Hasanah, M.Si
Adapun makalah ini
berisi 3 Bab yakni Bab 1 berupa pendahuluan dari pembuatan makalah, Bab 2
berupa pembahasan dari produk pangan fermentasi saurkraut yakni bahan dan alat
pembuatan saurkraut dan proses pembuatan saurkraut dan Bab 3 yang berisi
kesimpulan berupa ringkasan dari makalah ini.
Kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini. Akhir kata, semoga segala
informasi yang terdapat di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 16 Maret 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
Kata
Pengantar i
Daftar
Isi ii
Bab
1 Pendahuluan
1.1
Latar Belakang 1
1.2
Rumusan Masalah 1
1.3
Tujuan 2
1.4
Manfaat 2
Bab
2 Pembahasan
2.1
Produk Pangan Fermentasi 3
2.2
Klasifikasi Produk Pangan Fermentasi 4
2.3
Saurkraut 6
2.4
Proses Pembuatan Saurkraut 6
2.4.1
Bahan 6
2.4.2
Alat 6
2.4.3
Cara Pembuatan 6
2.5
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Saurkraut 9
2.6
Peranan Mikroorganisme pada Saurkraut 10
Bab
3 Penutup 12
Daftar
Pustaka 13
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Proses
fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan panan dengan
menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan
keawetan pangan dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan
produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk
menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-contoh produk
pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya
tempe, tauco, tape, dll) sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan
yoghurt).
Sayuran
yang kita ketahui ada berbagai macam jenisnya, seperti kol, sawi, ketimun,
bayam, kangkung dan lain sebagainya. Setiap dari sayuran ini memiliki kandungan
gizi dan manfaat tersendiri bagi tubuh kita, baik itu mengandung vitamin dan
mineral yang baik bagi kesehatan. Oleh karena itu, baik bagi kita untuk
mengonsumsinya setiap hari.
Selain itu, perlu kita
ketahui juga karekteristik dari setiap sayuran. Apabila tanaman (sayuran)
setelah dipanen, ia akan cepat busuk ataupun layu. Hal itu disebabkan karena
beberapa faktor yakni seperti aktivitas mikroorganisme, proses respirasi,
aktivitas enzim dan penguapan serta penanganan yang kurang cermat. Dan untuk
memperpanjang masa simpannya itulah dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan
bahan pangan, misalnya menjadikannya sebagai acar, sauerkraut, sayuran asin, kerupuk,
dan lain-lain.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan produk
pangan fermentasi?
2.
Jelaskan klasifikasi dari produk pangan
fermentasi?
3.
Apakah yang dimaksud dengan Sauerkraut?
4.
Bagaimana proses pembuatan Sauerkraut?
5.
Bagaiamana peranan mikroorganisma pada
pembuatan Sauerkraut?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui produk pangan fermentasi.
2.
Mengetahui klasifikasi dari produk
pangan fermentasi.
3.
Mengetahui produk pangan fermentasi
seperti Sauerkraut.
4.
Mengetahui proses pembuatan Sauerkraut.
5.
Mengatahui peranan mikroorganisma pada
pembuatan Sauerkraut.
1.4
Manfaat
1.
Memberikan informasi bagi pembaca
terutama mahasiswa Biologi Unimed.
2.
Memberikan gambaran khusus bagi para
calon pengusaha Saurkraut.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Produk Pangan
Fermentasi
Proses fermentasi dalam
pengolahan pangan adalah proses pengolahan panan dengan menggunakan aktivitas
mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan
dioproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan
karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan
dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi
ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape,
dll) sampai kepada produk yang modern.
Proses
fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungan - keuntungan,
antara lain :
ü
Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi
pH dan suhu normal, sehingga tetap mempertahankan (atau sering bahkan
meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik produk pangan.
ü
Karakteristik flavor dan aroma produk yang
dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi dengan teknik/metoda
pengolahan lainnya.
ü
Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah
karena dilakukan pada kisaran suhu normal,
ü
Modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi
umumnya rendah.
ü
Teknologi fermentasi umumnya telah dikuasi
secara turun temurun dengan baik.
Sebagaimana
dikemukakan di muka bahwa proses fermentasi adalah proses yang memanfaatkan
jasa mikroorganisme, maka pengendalian proses fermentasi pada dasarnya adalah
pengendalian pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut. Faktor utama
yang mengandalikan pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan adalah :
o
Ketersediaan sumber-sumber karbon dan nitrogen
yang akan digunakan oleh mikroorganisme tersebut untuk tumbuh dan
berkembang-biak
o
Ketersediaan zat gizi khusus tertentu yang
merupakan persyaratan karakteristik bagi mikroorganisme tertentu untuk tumbuh
dengan baik
o
Nilai pH produk pangan
o
Suhu inkubasi
o
Kadar air
o
Ada / tidaknya kompetisi dengan mikroorganisme
lainnya.
2.2 Klasifikasi Produk Pangan Fermentasi
Berdasarkan pada perubahan yang
terjadi pada karbohidrat sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme, maka
produk fermentasi dapat dikelompokkan sebagai proses fermentasi yang merubah
karbohidrat (i) menjadi asam-asam organik dan (ii) alkohol dan karbondioksida
sebagai komponen utama.
Proses fermentasi dikatakan bersifat
homofermentatif jika hanya menghasilkan satu jenis komponen saja sebagai hasil
utamanya dan heterofermentatif jika megnhasilkan campuran berbagai
senyawa/komponen utama. Lintasan metabolisma Embedden-Meyerhoff-Parnas (Gambar
1.1) merupakan lintasan yang umum terjadi pada proses fermentasi.
Banyak proses
fermentasi yang melibatkan campuran berbagai mikroorganisme atau seri populasi
mikroorganisme yang berbeda sesuai dengan perubahan pH, perubahan ketersediaan
substrat atau pun perubahan lain yang terjadi selama proses fermentasi
berlangsung. Secara komersial, fermentasi yang sangat penting itu terjadi pada fermentasi
asam laktat (fermentasi dengan hasil utama akhir beruapa asam laktat) dan
fermentasi alkohol (fermentasi dengan hasil utama berupa alkohol dan CO2).
Gambar
1.1 Lintasan Umum pada Proses Fermentasi
Sumber : Anonim. 2006
2.3 Sauerkraut
Sauerkraut
merupakan produk olahan fermentasi yang berasal dari sayuran dimana sayuran ini
diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagai zat pengawetnya dan difermentasi oleh
berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus dan Pediococcus.
Proses pembuatannya sebenarnya agak begitu jauh berbeda dengan sayur asin,
hanya saja ukurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan pengolahan ini
selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu.
Gambar
1.2 Sauerkraut
Kol atau kubis
merupakan sayuran yang paling umum diolah jadi sauerkraut, karena jenis sayuran
ini banysak ditanam di Indonesia. Selain kubis, sayuran lain yang dapat diolah
menjadi sauerkraut antara lain: sawi, kangkung, genjer, dan lain-lain.
Kubis (Brassica oleracea) merupakan salah
satu jenis sayuran yang banyak tumbuh di daerah dataran tinggi. Sayuran ini
bersifat mudah layu, rusak dan busuk. Namun, kubis mempunyai peranan yang penting
untuk kesehatan karena cukup banyak mengandung vitamin, mineral, karbohidrat,
protein dan sedikit lemak yang sangat diperlukan tubuh manusia (Pracaya, 1994).
Pada umumnya yang dimaksud dengan kata kubis adalah kol yang berbentuk kepala,
sedang sebenarnya varietas kubis ada bermacam-macam. Namun secara umum kubis
terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu kubis putih, kubis merah, dan kubis
savoy.
Sumber
: (Suprihatin. 2010)
Pemanfaatan
bakteri laktat yang dikombinasikan dengan pemberian garam dan suhu yang tepat
akan menghasilkan produk fermentasi yang bermutu baik. Garam berfungsi sebagai
bahan untuk menarik air dan zat gizi dari jaringan bahan yang difermentasi
untuk pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat (Apriyanto 1984).
Fungsi penambahan Na3PO4 pada
proses fermentasi asam laktat adalah sebagai bahan untuk menarik air dan zat
gizi dari jaringan sayuran yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri
pembentuk asam laktat. Proses pembuatan asam laktat dari limbah kubis ini
dilakukan secara fermentasi anaerob dengan melakukan variasi perlakukan waktu
fermentasi dan penambahan konsentrasi Na3PO4 yang
bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimumnya. Asam laktat yang dihasilkan
dianalisa dengan alat HPLC untuk mengetahui kadarnya.
2.4 Proses Pembuatan
Sauerkraut
2.4.1
Bahan
Kol
atau Kubis
|
1
Kg
|
Garam
dapur
|
50
Gram
|
Air
|
Secukupnya
|
2.4.2
Alat
a.
Pisau
b.
Ember Plastik
c.
Lilin atau Lem Plastik
d.
Botol selai dan tutup yang sudah
disterilkan
e.
Panci
f.
Baskom
2.4.3
Cara Pembuatan
1. Layukan
kol selama 1 malam.
2. Buang
daun kol bagian luar dan bagian-bagian yang rusak serta hatinya, lalu cuci.
3. Iris
tipis-tipis ± 2 – 3 mm (tulang daun tidak digunakan).
4. Campurkan
dengan garam 25 gram, aduk hingga rata
5. Masukkan
ke dalam ember kecil sambil ditekan-tekar agar padat.
6. Tutup
dengan pastik serta diberi beban diatasnya.
7. Sepanjang
lingkaran penutup, dilem atau diberi lem lilin agar tidak ada udara yang masuk.
8. Biarkan
selama 2 – 3 minggu pada suhu ruangan.
9. Setelah
2 – 3 minggu, pisahkan dengan cairannya.
10. Segeralah masukkan padatan saurkraut tersebut
kedalam botol selai
11. Buat
larutan garam dengan melarutkan 25 gram dalam 1 liter air dan aduk sampai rata,
panaskan hingga mendidih.
12. Dalam
keadaan panas, masukkan garam tersebut ke dalam botol selai yang terisi padatan
saurkraut (untuk padatan 1 kg, memerlukan cairan garam sebanyak 1 ½ liter),
kemudian tutup rapat
13. Rebus
botol selai tersebut dalam air mendidih selama 30 menit
14. Setelah
30 menit, angkat dan dinginkan.
Catatan
:
a. Penekanan
dan pemberian garam pada proses peragian dimaksudkan agar cairan dalam kubis ke
luar dan mencegah pembusukan. Selain itu juga berpengaruh terhadap rasa dan
kerenyahan sauerkraut tersebut.
b. Padatan
dalam botol diusahakan terendam dalam cairan untuk menghindari terjadinya
perubahan warna atau kerusakan lainnya.
Minuman
Saurkraut
Gambar
1.3 Diagram Alir Pembuatan Saurkraut
2.5
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sauerkraut
Faktor-faktor yang
utama dalam fermentasi sayuran adalah konsentrasi garam yang cukup, distribusi
garam yang merata, terciptanya keadaan mikroaerofilik, suhu yang sesuai, dan
tersedianya bakteri asam laktat. Selanjutnya disebutkan bahwa kebersihan bahan
baku juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam fermentasi
sayuran. Mikroorganisme membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan pertumbuhannya
yang terdiri dari sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor
pertumbuhan yaitu vitamin dan mineral. Nutrien tersebut dibutuhkan untuk
menghasilkan energi kimia dan untuk menyusun komponen-komponen sel.
Menurut Marta (2011),
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan sauerkraut adalah:
1.
Garam, Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan
sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri
asam laktat. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi
menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda
pelunakan jaringan sawi yang disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri
pektinolitik. Selain itu, garam juga memberikan cita rasa pada produk. Garam,
dapat membantu memecahkan karbohidrat dan asam-asam amino secara anaerobik oleh
mikroorganisme dalam proses fermentasi. Garam dan asam laktat inilah yang akan
menghambat pertumbuhan organisme lain yang tidak diinginkan selama proses
berlangsung. Selain itu juga dapat menghambat kerja enzim dalam hal pelunakan
jaringan sawi. Jumlah garam yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang
tepat yaitu berkisar antara 2,25-2,5% berat kubis untuk menghasilkan suerkraut
yang berkualitas baik karena jika terlalu tinggi akan menunda fermentasi ilmiah
sehingga menyebabkan warna menjadi gelap.
2.
Suhu,
Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan
baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Bila suhunya rendah maka pertumbuhan
bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam
dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Suhu selama proses fermentasi sangat
menentukan jenis mikroorganisme dominan yangakan tumbuh.
3.
Oksigen, Ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses
fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan.
Contoh khamir dalam pembuatan anggur dan roti biasanya membutuhkan oksigen
selama proses fermentasi berlangsung, sedangkan untuk bakteri-bakteri penghasil
asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung.
2.6
Peranan Mikroorganisme pada Saurkraut
Prinsip
utama pembuatan asam laktat dengan proses fermentasi adalah pemecahan
karbohidrat menjadi bentuk monosakaridanya dan dari monosakarida tersebut
dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. akan diubah
menjadi asam laktat. Bakteri ini secara alami banyak terdapat pada permukaan tanaman
(sayur) dan produk-produk susu
Proses fermentasi asam laktat berlangsung ditandai
dengan timbulnya gas dan meningkatnya jumlah asam laktat yang diikuti dengan
penurunan pH. Sifat bakteri laktat tumbuh pada pH 3 - 8 serta mampu memfermentasikan
monosakarida dan disakarida sehingga menghasilkan asam laktat (Stamer, 1979).
Reaksi
kimia dalam fermentasi Asam laktat adalah sebagai berikut.
Lactobacillus
sp
Gula
Asam
laktat (Suprihatin. 2010).
Bakteri laktat merupakan bakteri yang diperlukan
dalam fermentasi sayuran. Bakteri ini secara alami terdapat pada sayuran itu
sendiri. Hampir semua jenis sayuran dapat difermentasi secara alami oleh
bakteri laktat, karena sayuran mengandung gula yang diperlukan untuk
pertumbuhan bakteri tersebut (Apandi 1984). Bakteri laktat memfermentasi gula
melalui jalur-jalur yang berbeda sehingga dikenal sebagai homofermentatif dan
heterofermentatif atau fermentasi campuran asam. Bakteri heterofermentatif
memecah gula terutama menjadi asam laktat dan produk-produk lain seperti
alkohol, asetat, karbondioksida. Sedangkan bakteri homofermentatif memecah gula
terutama menjadi asam laktat (Buckle. 1987).
Menurut Buckle et al.,(1987), proses
fermentasi asam laktat secara alami dapat berlangsung apabila substrat
mengandung zat gula sebesar 4–20% (%b/v) dan berdasarkan hasil analisa bahan
baku diperoleh kadar glukosa sebesar 4,76%(%b/v) (Lab.Instrument UPN
“Veteran” JATIM). Selain itu bakteri laktat juga membutuhkan zat nutrisi
seperti vitamin dan mineral untuk pertumbuhannya.
Pemanfaatan bakteri laktat yang dikombinasikan
dengan pemberian garam dan suhu yang tepat akan menghasilkan produk fermentasi
yang bermutu baik. Garam berfungsi sebagai bahan untuk menarik air dan zat gizi
dari jaringan bahan yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk asam
laktat
Sama
dengan produk sayur asin lainnya, sauerkraut merupakan sayuran yang telah
diberi asam, akan tetapi asamnya diperoleh dari proses fermentasi sakarida
(gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat. Asam yang
dihasilkan berkisar pada rentang 1,5 ± 2,0 % pada akhir fermentasi dan di
identifikasi berupa asam laktat. Pelunakan pada sauerkraut berawal dari
kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke
dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak. Di Jerman, sauerkraut
dengan rasanya yang asam-asam segar disajikan dengan hidangan utama berupa
sosis bratwurst atau roti. Gula yang terkandung dalam sayur sawi terdiri dari
85% glukosa dan15% fruktosa. Komposisi zat gizi termasuk gula dalam sawi / kol
bervariasi tergantung pada varietas dan kondisi lokasi penanaman. Kandungan gula
dalam pembuatan sauerkraut, memainkan peranan yang penting karena pengaruhnya
terhadap keasaman maksimal yang dihasilkan saat fermentasi. Perbedaan kandungan
gula dengan kisaran 2,9 % - 6,4% pada kebanyakan jenis sawi, menunjukkan bahwa
semakin tinggi kandungan gula maka produk yang dihasilkan juga akan mengandung
kadar asam yang tinggi, jika tidak dilakukan proses penghentian fermentasi
yakni dengan cara pendinginan atau pengalengan. sayuran yang digunakan
berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut, selain
itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk pertumbuhan mikroba dan
mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga dalam pembuatan
sauerkraut tidak di tambahkan inokulum atau ragi. Kadar garam yang ditambahkan
dalam pembuatan sauerkraut berkisar antara 2,25 -2,5 % berat sawi untuk
menghasilkan kraut dengan kualitas yang baik dan garam harus terdistribusi
secara merata. Kadar garam untuk pembuatan produk asinan juga dapat berkisar
antara 5-15%. Garam yang ditambahkan akan menarik keluar cairan dari jaringan
sayur yang mengandung gula dan nutrisi lain, yang mengontrol mikroflora yang
tumbuh. Garam juga akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah
pertumbuhan bakteri pembusuk
BAB
III
PENUTUP
3.1
Ringkasan
Sauerkraut
merupakan salah satu contoh olahan pangan fermentasi yang berasal dari sayuran
seperti kubis atau kol dengan penambahan garam sebagai zat pengawetnya, hal ini
disebabkan dalam kubis atau kol segar selalu mengandung sejumlah jenis Leuconostoc dan Lactobacillus sehingga tidak perlu ditambahkan bakteri untuk
memulai fermentasi. Kerusakan yang mungkin bisa terjadi dalam pembuatan
saurkraut berupa adanya kontaminasi pada saat proses fermentasi yakni masuknya
udara kedalam fermentasi sauerkraut.
Prinsip utama pembuatan asam laktat
dengan proses fermentasi adalah pemecahan karbohidrat menjadi bentuk
monosakaridanya dan dari monosakarida tersebut dengan bantuan enzim yang
dihasilkan oleh Lactobacillus sp. akan diubah menjadi asam laktat.
Bakteri laktat memfermentasi gula
melalui jalur-jalur yang berbeda sehingga dikenal sebagai homofermentatif dan
heterofermentatif atau fermentasi campuran asam. Bakteri heterofermentatif
memecah gula terutama menjadi asam laktat dan produk-produk lain seperti
alkohol, asetat, karbondioksida. Sedangkan bakteri homofermentatif memecah gula
terutama menjadi asam laktat
DAFTAR
PUSTAKA
Apriyanto, 1984,
Pengolahan Berbagai Macam Tanaman.
Bogor : Institut Pertanian Bogor
Buckle,
Edwards, Fleet, Wooton. 1987. Ilmu
Pangan (Terjemahan). Jakarta : Universitas Indonesia Press
Pracaya,
1994. Kol Alias Kubis.
Jakarta : Penebar Swadaya
Anonim.
2006. Proses dan Produk Fermentasi Pangan. Diakses pada Ebookpangan.com
Suprihatin,
Dyah Suci Purwitasari. 2010. Pembuatan Asam Laktat dari Limbah Kubis.
Makalah Seminar Nasional Teknik Kimia. Surabaya : Soebardjo Brotohardjono
York,
Marta, Herlina. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung : Universitas
Padjajaran
Hasanah,
Uswatun. 2015. Mikrobiologi Makanan. Medan : FMIPA Unimed
http://id.wikipedia.org/wiki/Sauerkraut (Diakses
pada tanggal 18 Maret 2015)
Komentar
Posting Komentar