PEMANFAATAN MIKROORGANISME UNTUK PRODUKSI SAUERKRAUT

Makalah Mikrobiologi Pangan
PEMANFAATAN MIKROORGANISME UNTUK                           PRODUKSI SAUERKRAUT
 






Oleh :
Kelompok 3
Dwi Putri Novitasari                       4122220004
Nira Wati                                        4123220017
Rafika Khaira                                 4123220022
Yuli Hardiyanti                               4122220013
Zebulon Naftalip Situmeang          4123220033

BIOLOGI NONDIK A 2012

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2015




KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul, “Pemanfaatan Mikroorganisme Untuk Produksi Sauerkraut” dalam kajian Biologi sebagai bentuk pengajuan tugas dari mata kuliah Mikrobiologi Pangan oleh Ibunda Dra. Uswatun Hasanah, M.Si
Adapun makalah ini berisi 3 Bab yakni Bab 1 berupa pendahuluan dari pembuatan makalah, Bab 2 berupa pembahasan dari produk pangan fermentasi saurkraut yakni bahan dan alat pembuatan saurkraut dan proses pembuatan saurkraut dan Bab 3 yang berisi kesimpulan berupa ringkasan dari makalah ini.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini. Akhir kata, semoga segala informasi yang terdapat di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


Medan, 16 Maret 2015




Penulis











DAFTAR ISI
Halaman

Kata Pengantar                                                                                      i
Daftar Isi                                                                                                ii
Bab 1 Pendahuluan                                                                               
1.1 Latar Belakang                                                                            1
1.2 Rumusan Masalah                                                                       1
1.3 Tujuan                                                                                         2
1.4 Manfaat                                                                                       2
Bab 2 Pembahasan
2.1 Produk Pangan Fermentasi                                                         3
2.2 Klasifikasi Produk Pangan Fermentasi                                       4
2.3 Saurkraut                                                                                     6
2.4 Proses Pembuatan Saurkraut                                                       6
2.4.1 Bahan                                                                                  6
2.4.2 Alat                                                                                      6
2.4.3 Cara Pembuatan                                                                  6
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Saurkraut                             9
2.6 Peranan Mikroorganisme pada Saurkraut                                   10
Bab 3 Penutup                                                                                       12
Daftar Pustaka                                                                                       13











BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan panan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dll) sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan yoghurt).
            Sayuran yang kita ketahui ada berbagai macam jenisnya, seperti kol, sawi, ketimun, bayam, kangkung dan lain sebagainya. Setiap dari sayuran ini memiliki kandungan gizi dan manfaat tersendiri bagi tubuh kita, baik itu mengandung vitamin dan mineral yang baik bagi kesehatan. Oleh karena itu, baik bagi kita untuk mengonsumsinya setiap hari.         
Selain itu, perlu kita ketahui juga karekteristik dari setiap sayuran. Apabila tanaman (sayuran) setelah dipanen, ia akan cepat busuk ataupun layu. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor yakni seperti aktivitas mikroorganisme, proses respirasi, aktivitas enzim dan penguapan serta penanganan yang kurang cermat. Dan untuk memperpanjang masa simpannya itulah dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan bahan pangan, misalnya menjadikannya sebagai acar, sauerkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan produk pangan fermentasi?
2.      Jelaskan klasifikasi dari produk pangan fermentasi?
3.      Apakah yang dimaksud dengan Sauerkraut?
4.      Bagaimana proses pembuatan Sauerkraut?
5.      Bagaiamana peranan mikroorganisma pada pembuatan Sauerkraut?
1.3 Tujuan
1.      Mengetahui produk pangan fermentasi.
2.      Mengetahui klasifikasi dari produk pangan fermentasi.
3.      Mengetahui produk pangan fermentasi seperti Sauerkraut.
4.      Mengetahui proses pembuatan Sauerkraut.
5.      Mengatahui peranan mikroorganisma pada pembuatan Sauerkraut.

1.4 Manfaat
1.      Memberikan informasi bagi pembaca terutama mahasiswa Biologi Unimed.
2.      Memberikan gambaran khusus bagi para calon pengusaha Saurkraut.




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Produk Pangan Fermentasi
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan panan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dll) sampai kepada produk yang modern.
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungan - keuntungan, antara lain :
ü  Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal, sehingga tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik produk pangan.
ü  Karakteristik flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.
ü  Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal,
ü  Modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah.
ü  Teknologi fermentasi umumnya telah dikuasi secara turun temurun dengan baik.
Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa proses fermentasi adalah proses yang memanfaatkan jasa mikroorganisme, maka pengendalian proses fermentasi pada dasarnya adalah pengendalian pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut. Faktor utama yang mengandalikan pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan adalah :
o    Ketersediaan sumber-sumber karbon dan nitrogen yang akan digunakan oleh mikroorganisme tersebut untuk tumbuh dan berkembang-biak
o    Ketersediaan zat gizi khusus tertentu yang merupakan persyaratan karakteristik bagi mikroorganisme tertentu untuk tumbuh dengan baik
o    Nilai pH produk pangan
o    Suhu inkubasi
o    Kadar air
o    Ada / tidaknya kompetisi dengan mikroorganisme lainnya.

2.2 Klasifikasi Produk Pangan Fermentasi
Berdasarkan pada perubahan yang terjadi pada karbohidrat sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme, maka produk fermentasi dapat dikelompokkan sebagai proses fermentasi yang merubah karbohidrat (i) menjadi asam-asam organik dan (ii) alkohol dan karbondioksida sebagai komponen utama.
Proses fermentasi dikatakan bersifat homofermentatif jika hanya menghasilkan satu jenis komponen saja sebagai hasil utamanya dan heterofermentatif jika megnhasilkan campuran berbagai senyawa/komponen utama. Lintasan metabolisma Embedden-Meyerhoff-Parnas (Gambar 1.1) merupakan lintasan yang umum terjadi pada proses fermentasi.
Banyak proses fermentasi yang melibatkan campuran berbagai mikroorganisme atau seri populasi mikroorganisme yang berbeda sesuai dengan perubahan pH, perubahan ketersediaan substrat atau pun perubahan lain yang terjadi selama proses fermentasi berlangsung. Secara komersial, fermentasi yang sangat penting itu terjadi pada fermentasi asam laktat (fermentasi dengan hasil utama akhir beruapa asam laktat) dan fermentasi alkohol (fermentasi dengan hasil utama berupa alkohol dan CO2).
           






 




















Gambar 1.1 Lintasan Umum pada Proses Fermentasi
Sumber : Anonim. 2006
2.3 Sauerkraut
Sauerkraut merupakan produk olahan fermentasi yang berasal dari sayuran dimana sayuran ini diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagai zat pengawetnya dan difermentasi  oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus  dan Pediococcus. Proses pembuatannya sebenarnya agak begitu jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja ukurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan pengolahan ini selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu.


 







Gambar 1.2 Sauerkraut
Kol atau kubis merupakan sayuran yang paling umum diolah jadi sauerkraut, karena jenis sayuran ini banysak ditanam di Indonesia. Selain kubis, sayuran lain yang dapat diolah menjadi sauerkraut antara lain: sawi, kangkung, genjer, dan lain-lain.
Kubis (Brassica oleracea) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak tumbuh di daerah dataran tinggi. Sayuran ini bersifat mudah layu, rusak dan busuk. Namun, kubis mempunyai peranan yang penting untuk kesehatan karena cukup banyak mengandung vitamin, mineral, karbohidrat, protein dan sedikit lemak yang sangat diperlukan tubuh manusia (Pracaya, 1994). Pada umumnya yang dimaksud dengan kata kubis adalah kol yang berbentuk kepala, sedang sebenarnya varietas kubis ada bermacam-macam. Namun secara umum kubis terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu kubis putih, kubis merah, dan kubis savoy.

Tabel Kandungan Gizi Kubis







                                                Sumber : (Suprihatin. 2010)

            Pemanfaatan bakteri laktat yang dikombinasikan dengan pemberian garam dan suhu yang tepat akan menghasilkan produk fermentasi yang bermutu baik. Garam berfungsi sebagai bahan untuk menarik air dan zat gizi dari jaringan bahan yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat (Apriyanto 1984).
Fungsi penambahan Na3PO4­ pada proses fermentasi asam laktat adalah sebagai bahan untuk menarik air dan zat gizi dari jaringan sayuran yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat. Proses pembuatan asam laktat dari limbah kubis ini dilakukan secara fermentasi anaerob dengan melakukan variasi perlakukan waktu fermentasi dan penambahan konsentrasi Na3PO4­ yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimumnya. Asam laktat yang dihasilkan dianalisa dengan alat HPLC untuk mengetahui kadarnya.

2.4 Proses Pembuatan Sauerkraut
2.4.1 Bahan
Kol atau Kubis
1 Kg
Garam dapur
50 Gram
Air
Secukupnya

2.4.2 Alat
a.       Pisau
b.      Ember Plastik
c.       Lilin atau Lem Plastik
d.      Botol selai dan tutup yang sudah disterilkan
e.       Panci
f.       Baskom

2.4.3 Cara Pembuatan
1.      Layukan kol selama 1 malam.
2.      Buang daun kol bagian luar dan bagian-bagian yang rusak serta hatinya, lalu cuci.
3.      Iris tipis-tipis ± 2 – 3 mm (tulang daun tidak digunakan).
4.      Campurkan dengan garam 25 gram, aduk hingga rata
5.      Masukkan ke dalam ember kecil sambil ditekan-tekar agar padat.
6.      Tutup dengan pastik serta diberi beban diatasnya.
7.      Sepanjang lingkaran penutup, dilem atau diberi lem lilin agar tidak ada udara yang masuk.
8.      Biarkan selama 2 – 3 minggu pada suhu ruangan.
9.      Setelah 2 – 3 minggu, pisahkan dengan cairannya.
10.   Segeralah masukkan padatan saurkraut tersebut kedalam botol selai
11.  Buat larutan garam dengan melarutkan 25 gram dalam 1 liter air dan aduk sampai rata, panaskan hingga mendidih.
12.  Dalam keadaan panas, masukkan garam tersebut ke dalam botol selai yang terisi padatan saurkraut (untuk padatan 1 kg, memerlukan cairan garam sebanyak 1 ½ liter), kemudian tutup rapat
13.  Rebus botol selai tersebut dalam air mendidih selama 30 menit
14.  Setelah 30 menit, angkat dan dinginkan.

Catatan :
a.       Penekanan dan pemberian garam pada proses peragian dimaksudkan agar cairan dalam kubis ke luar dan mencegah pembusukan. Selain itu juga berpengaruh terhadap rasa dan kerenyahan sauerkraut tersebut.
b.      Padatan dalam botol diusahakan terendam dalam cairan untuk menghindari terjadinya perubahan warna atau kerusakan lainnya.






Kol atau Kubis

Dilayukan 1 Malam

Diiris tipis (2 – 3 mm)

Dicampur dengan garam

Ditutup dalam ember rapat-rapat (2 – 3 minggu)

Ditiriskan

Cairan I                                             Cairan II

                                                                                Larutan Garam Panas


Disaring                                                           Dimasukkan dalam botol

Dipanasakan                                                    Dipanaskan (30 Menit)

Sebagai Cairan pengisi Sauekraut                   Dinginkan                              

Dinginkan                                                                   Saurkraut

Masukkan botol atau kaleng

Minuman Saurkraut
Gambar 1.3 Diagram Alir Pembuatan Saurkraut


2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sauerkraut
Faktor-faktor yang utama dalam fermentasi sayuran adalah konsentrasi garam yang cukup, distribusi garam yang merata, terciptanya keadaan mikroaerofilik, suhu yang sesuai, dan tersedianya bakteri asam laktat. Selanjutnya disebutkan bahwa kebersihan bahan baku juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam fermentasi sayuran. Mikroorganisme membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan pertumbuhannya yang terdiri dari sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan yaitu vitamin dan mineral. Nutrien tersebut dibutuhkan untuk menghasilkan energi kimia dan untuk menyusun komponen-komponen sel.
Menurut Marta (2011), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan sauerkraut adalah:
1. Garam, Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sawi yang disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri pektinolitik. Selain itu, garam juga memberikan cita rasa pada produk. Garam, dapat membantu memecahkan karbohidrat dan asam-asam amino secara anaerobik oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi. Garam dan asam laktat inilah yang akan menghambat pertumbuhan organisme lain yang tidak diinginkan selama proses berlangsung. Selain itu juga dapat menghambat kerja enzim dalam hal pelunakan jaringan sawi. Jumlah garam yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang tepat yaitu berkisar antara 2,25-2,5% berat kubis untuk menghasilkan suerkraut yang berkualitas baik karena jika terlalu tinggi akan menunda fermentasi ilmiah sehingga menyebabkan warna menjadi gelap.
2. Suhu, Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan yangakan tumbuh.
3. Oksigen, Ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Contoh khamir dalam pembuatan anggur dan roti biasanya membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung, sedangkan untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung. 

2.6 Peranan Mikroorganisme pada Saurkraut
            Prinsip utama pembuatan asam laktat dengan proses fermentasi adalah pemecahan karbohidrat menjadi bentuk monosakaridanya dan dari monosakarida tersebut dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. akan diubah menjadi asam laktat. Bakteri ini secara alami banyak terdapat pada permukaan tanaman (sayur) dan produk-produk susu
Proses fermentasi asam laktat berlangsung ditandai dengan timbulnya gas dan meningkatnya jumlah asam laktat yang diikuti dengan penurunan pH. Sifat bakteri laktat tumbuh pada pH 3 - 8 serta mampu memfermentasikan monosakarida dan disakarida sehingga menghasilkan asam laktat (Stamer, 1979).
Reaksi kimia dalam fermentasi Asam laktat adalah sebagai berikut.
Lactobacillus sp
C6H12O6                                                              2CH3CHOHCOOH
Gula                                                    Asam laktat (Suprihatin. 2010).

Bakteri laktat merupakan bakteri yang diperlukan dalam fermentasi sayuran. Bakteri ini secara alami terdapat pada sayuran itu sendiri. Hampir semua jenis sayuran dapat difermentasi secara alami oleh bakteri laktat, karena sayuran mengandung gula yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri tersebut (Apandi 1984). Bakteri laktat memfermentasi gula melalui jalur-jalur yang berbeda sehingga dikenal sebagai homofermentatif dan heterofermentatif atau fermentasi campuran asam. Bakteri heterofermentatif memecah gula terutama menjadi asam laktat dan produk-produk lain seperti alkohol, asetat, karbondioksida. Sedangkan bakteri homofermentatif memecah gula terutama menjadi asam laktat (Buckle. 1987).
Menurut Buckle et al.,(1987), proses fermentasi asam laktat secara alami dapat berlangsung apabila substrat mengandung zat gula sebesar 4–20% (%b/v) dan berdasarkan hasil analisa bahan baku diperoleh kadar glukosa sebesar 4,76%(%b/v) (Lab.Instrument UPN “Veteran” JATIM). Selain itu bakteri laktat juga membutuhkan zat nutrisi seperti vitamin dan mineral untuk pertumbuhannya.
Pemanfaatan bakteri laktat yang dikombinasikan dengan pemberian garam dan suhu yang tepat akan menghasilkan produk fermentasi yang bermutu baik. Garam berfungsi sebagai bahan untuk menarik air dan zat gizi dari jaringan bahan yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat
Sama dengan produk sayur asin lainnya, sauerkraut merupakan sayuran yang telah diberi asam, akan tetapi asamnya diperoleh dari proses fermentasi sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat. Asam yang dihasilkan berkisar pada rentang 1,5 ± 2,0 % pada akhir fermentasi dan di identifikasi berupa asam laktat. Pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak. Di Jerman, sauerkraut dengan rasanya yang asam-asam segar disajikan dengan hidangan utama berupa sosis bratwurst atau roti. Gula yang terkandung dalam sayur sawi terdiri dari 85% glukosa dan15% fruktosa. Komposisi zat gizi termasuk gula dalam sawi / kol bervariasi tergantung pada varietas dan kondisi lokasi penanaman. Kandungan gula dalam pembuatan sauerkraut, memainkan peranan yang penting karena pengaruhnya terhadap keasaman maksimal yang dihasilkan saat fermentasi. Perbedaan kandungan gula dengan kisaran 2,9 % - 6,4% pada kebanyakan jenis sawi, menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan gula maka produk yang dihasilkan juga akan mengandung kadar asam yang tinggi, jika tidak dilakukan proses penghentian fermentasi yakni dengan cara pendinginan atau pengalengan. sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut, selain itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak di tambahkan inokulum atau ragi. Kadar garam yang ditambahkan dalam pembuatan sauerkraut berkisar antara 2,25 -2,5 % berat sawi untuk menghasilkan kraut dengan kualitas yang baik dan garam harus terdistribusi secara merata. Kadar garam untuk pembuatan produk asinan juga dapat berkisar antara 5-15%. Garam yang ditambahkan akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang mengandung gula dan nutrisi lain, yang mengontrol mikroflora yang tumbuh. Garam juga akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk 
























BAB III
PENUTUP

3.1 Ringkasan
            Sauerkraut merupakan salah satu contoh olahan pangan fermentasi yang berasal dari sayuran seperti kubis atau kol dengan penambahan garam sebagai zat pengawetnya, hal ini disebabkan dalam kubis atau kol segar selalu mengandung sejumlah jenis Leuconostoc dan Lactobacillus sehingga tidak perlu ditambahkan bakteri untuk memulai fermentasi. Kerusakan yang mungkin bisa terjadi dalam pembuatan saurkraut berupa adanya kontaminasi pada saat proses fermentasi yakni masuknya udara kedalam fermentasi sauerkraut.
            Prinsip utama pembuatan asam laktat dengan proses fermentasi adalah pemecahan karbohidrat menjadi bentuk monosakaridanya dan dari monosakarida tersebut dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. akan diubah menjadi asam laktat.
            Bakteri laktat memfermentasi gula melalui jalur-jalur yang berbeda sehingga dikenal sebagai homofermentatif dan heterofermentatif atau fermentasi campuran asam. Bakteri heterofermentatif memecah gula terutama menjadi asam laktat dan produk-produk lain seperti alkohol, asetat, karbondioksida. Sedangkan bakteri homofermentatif memecah gula terutama menjadi asam laktat











DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, 1984, Pengolahan Berbagai Macam Tanaman. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Buckle, Edwards, Fleet, Wooton. 1987. Ilmu Pangan (Terjemahan). Jakarta : Universitas Indonesia Press

Pracaya, 1994. Kol Alias Kubis. Jakarta : Penebar Swadaya

Anonim. 2006. Proses dan Produk Fermentasi Pangan. Diakses pada Ebookpangan.com

Suprihatin, Dyah Suci Purwitasari. 2010. Pembuatan Asam Laktat dari Limbah Kubis. Makalah Seminar Nasional Teknik Kimia. Surabaya : Soebardjo Brotohardjono

York, Marta, Herlina. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung : Universitas Padjajaran

Hasanah, Uswatun. 2015. Mikrobiologi Makanan. Medan : FMIPA Unimed

http://id.wikipedia.org/wiki/Sauerkraut (Diakses pada tanggal 18 Maret 2015)









Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN GENETIKA ALEL DAN GEN GANDA

LAPORAN MONOHIBRID DAN DIHIBRID

LAPORAN OKULASI