UJI MIKROBIOLOGI PADA SAYURAN
Makalah
Praktikum Mikrobiologi Pangan
UJI
MIKROBIOLOGI PADA SAYURAN
Disusun oleh :
KELOMPOK
2
Hayati Solecha Harahap 4122220006
Heka Citra Dewi Br. Tarigan 4121220003
Karya Prima Butar-butar 4121220006
Yuli Hardiyanti 4122220013
BIOLOGI
NONDIK A 2O12
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kepada
Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul, “Uji Mikrobiologi pada Sayuran” dalam kajian Biologi sebagai bentuk
pengajuan tugas dari mata kuliah Praktikum Mikrobiologi Pangan oleh Ibunda Dra.
Uswatun Hasanah, M.Si
Adapun makalah ini berisi
3 Bab yakni Bab 1 berupa pendahuluan dari pembuatan makalah, Bab 2 berupa
pembahasan mikroorganisme pada sayuran yakni jumlah mikroorganisme pada sayuran
dan Bab 3 yang berisi kesimpulan berupa ringkasan dari makalah ini.
Kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini. Akhir kata, semoga segala
informasi yang terdapat di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 18 Maret 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Bab 1. Pendahuluan
1.1
Latar Belakang 1
1.2
Rumusan Masalah 1
1.3
Tujuan 1
Bab 2. Pembahasan
2.1
Kontaminasi 2
2.2
Kontaminasi pada Sayuran 4
2.2.1
Kontaminasi Sayuran Beku 5
2.2.2
Kontaminasi Sayuran Kaleng 5
2.3
Alat dan bahan 7
2.4
Prosedur Kerja 8
2.5
Hasil Pengamatan 8
Bab 3. Penutup
3.1
Kesimpulan 11
Daftar Pustaka 12
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sayuran merupakan
bahan pangan yang sering terkontaminasi oleh tanah dan kotoran. Kontaminasi
dapat terjadi selama permanenan, pengangkutan maupun pemasaran. Selama
permanenan, sayuran sering ditempatkan begitu saja di atas tanah yang melekat
pada sayuran tersebut. Kontaminasi juga dapat berasal dari alas, karung atau
keranjang yang digunakan selama pengangkutan dan pemasaran.
Mutu sayuran yang
digunakan dalam pengolahan pangan sangat menentukan mutu produk akhirnya.
Penggunaan sayuran yang terkontaminasi mikroba dalam jumlah tinggi akan
menghasilkan produk akhir dengan mutu yang rendah, dan dapat menyebabkan produk
tersebut menjadi lebih mudah rusak atau busuk selama penyimpanan. Sayuran yang
berada di pasar tradisional memiliki bentuk dan mutu yang sebagian besar tidak
baik, yang mana sayuran inilah yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.
Maka,
untuk mendapatkan data besarnya kontaminasi terdapat sayuran di pasar, maka
penulis mengambil 6 sampel sayuran yakni kol, sawi pahit, sawi putih, selada,
kangkung serta bayam, yang kesemua bahan dalam bentuk segar dan busuk air.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Adakah mikroba jenis bakteri pada
berbagai jenis sayuran?
b.
Berapa jumlah mikroba jenis bakteri yang
terdapat pada berbagai jenis sayuran?
1.3 Tujuan
a.
Untuk mengetahui adanya mikroba jenis
bakteri pada berbagai jenis sayuran.
b.
Untuk mengetahui jumlah mikroba jenis
bakteri yang terdapat pada berbagai jenis sayuran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Kontaminasi
Kontaminasi oleh
mikroorganisme dapat terjadi setiap saat. Kontaminan ada yang mudah
dilihat wujudnya, ada pula yang tidak terlihat (kasat mata). Yang paling
berbahaya adalah yang tidak terlihat seperti bakteri, kapang, khamir maupun
virus. Kontaminan juga belum tentu merupakan bahan yang kotor tetapi bahan yang
bersih pun dapat merupakan cemaran apabila salah tempat, misalnya: tepung
terigu mengotori saus tomat atau saus tomat mengotori susu
Sumber kontaminan pada
bahan pangan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu kontaminan primer dan
kontaminan sekunder. Kontaminan primer disebabkan oleh perlakuan sebelum
dipanen atau dipotong (untuk hewan) misalnya berasal dari makanan ternak, pupuk
kandang, penyiraman dengan air tercemar dan lain-lain. Kontaminan sekunder
dapat terjadi pada beberapa tahapan setelah bahan pangan dipanen atau dipotong,
misalnya selama pengolahan, penjualan, penyajian. distribusi maupun penimpanan
dan persiapan oleh konsumen. Sumber kontaminan sekunder dapat berasal dari
produk itu sendiri misalnya daging, telur, susu, ikan, unggas, seafood,
sayuran, buah-buahan dan rempah-rempah
Kontaminan atau cemaran
dapat diartikan secara luas sebagai semua benda asing yang tidak dikehendaki
baik berupa debu, kotoran, tanah, pasir, potongan tangkai, daun, jasad renik,
serangga, kutu dan lain-lain yang mencemari bahan, alat maupun ruangan
pengolahan. Oleh karena itu mikrobiologi pangan sangat perlu
untuk diperhatikan terutama yang bekerja dalam bidang mikrobiologi atau
pengolahan produk makanan atau industri. Sanitasi merupakan peranan penting
dalam industri pangan karena merupakan usaha atau tindakan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya perpindahan penyakit pada pangan.
Dengan menerapkan
sanitasi yang tepat dan baik, maka keamanan pangan yang diproduksi dapat
dijamin aman untuk dikonsumsi. Sumber kontaminasi bisa berasal dari lingkungan
(udara, tanah, air), peralatan pengolahan, pekerja, sampah, serangga dan
lain-lain (Mukiyah. 2009).
Flora mikroba di udara
bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat
mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat, debu, dan
tetesan cairan yang kesemuanya ini mungkin dimuati mikroba. Jumlah dan tipe
mikroorganisme yang mencemari udara ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam
lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia disemprotkan melalui batuk
dan bersin, dan partikel-partikel debu dari permukaan bumi diedarkan oleh
aliran udara.
Mikroorganisme asal
udara dapat terbawa partikel debu, dalam tetes-tetes cairan berukuran besar dan
tersuspensikan hanya sebentar, dan dalam inti tetesan yang terbentuk bila
titik-titik cairan berukuran kecil menguap. Organisme yang memasuki udara dapat
terangkut sejauh beberapa meter atau beberapa kilometer. Sebagian segera mati
dalam beberapa detik, sedangkan yang lain dapat bertahan hidup selama
berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau lebih lama lagi. Nasib akhir
mikroorganisme asal udara diatur oleh seperangkat rumit keadaan di
sekelilingnya, termasuk keadaan atmosfer, kelembapan, cahaya matahari dan suhu,
ukuran partikel yang membawa mikroorganisme, ciri-ciri mikroorganismenya,
terutama kerentanannya terhadap keadaan fisik di atmosfer.
Faktor-faktor yang
menguasai kehidupan bakteri antara lain sebagai berikut :
Suhu
Suhu merupakan salah
satu faktor penting dalam kehidupan mikroba. Beberapa mikroba dapat tumbuh pada
kisaran suhu yang luas.
Bahan Bentuk Gas
Jenis dan konsentrasi
gas dalam lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, selain
dari jenis-jenis gas yang telah dibicarakan pada bab terlebih dahulu, seperti
oksigen dan karbondioksida yang sangat penting untuk kehidupan bakteri.
Tekanan Osmosis
Terjadinya plasmolisis
dan plasmoptisis disebabkan karena sel berada dalam lingkungan dengan tekanan
osmosis lebih tinggi atau lebih rendah dari isi sel. Karena itu, untuk mempertahankan
kehidupan sel harus diciptakan tekanan osmosis yang seimbang antara lingkungan
dan isi sel.
Kelembaban dan Pengeringan
Tiap jenis mikroba
mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada umumnya khamir dan bakteri
membutuhkan kelembapan yang lebih tinggi dibandingkan jamur. Tidak semua air
dalam medium dapat digunakan mikroba. Air yang dapat digunakan disebut air
bebas. Banyak mikroba yang tahan hidup dalam keadaan kering untuk waktu yang
lama. Misalnya mikroba yang membentuk spora, spora, dan bentuk-bentuk kista.
Pada proses pengeringan air akan menguap sehingga kegiatan metabolisme terhenti
(Ine.1992).
2.2
Kontaminasi Sayuran
Sayuran merupakan
bahan pangan yang sering terkontaminasi oleh tanah dan kotoran. Kontaminasi
dapat terjadi selama permanenan, pengangkutan maupun pemasaran. Selama
permanenan, sayuran sering ditempatkan begitu saja di atas tanah yang melekat
pada sayuran tersebut. Kontaminasi juga dapat berasal dari alas, karung atau
keranjang yang digunakan selama pengangkutan dan pemasaran.
Mutu sayuran yang
digunakan dalam pengolahan pangan sangat menentukan mutu produk akhirnya.
Penggunaan sayuran yang terkontaminasi mikroba dalam jumlah tinggi akan
menghasilkan produk akhir dengan mutu yang rendah, dan dapat menyebabkan produk
tersebut menjadi lebih mudah rusak atau busuk selama penyimpanan.
Kerusakan sayuran
sering terjadi akibat benturan fisik, kehilangan air sehingga layu, serangan
serangga, dan serangan mikroba. Sayur-sayuran yang mudah rusak misalnya adalah
kubis, tomat, wortel, dan lain-lain.
Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada
sayuran dan buah-buahan antara lain adalah :
ü Busuk
air pada sayuran yang disebabkan oleh pertumbuhan beberapa bakteri, ditandai
dengan tekstur yang lunak (berair).
ü Perubahan
warna yang disebabkan oleh pertumbuhan kapang yang membentuk spora berwarna
hitam, hijau, abu-abu, biru, hijau, merah jambu, dan lain-lain.
ü Bau
alkohol, rasa asam, disebabkan oleh pertumbuhan kamir atau bakteri asam laktat,
misalnya pada sari buah.
2.2.1
Kontaminasi Sayuran Beku
Sayur-sayuran
pada umumnya terkontaminasi oleh bakteri yang tergolong koliform, dan bakteri
tersebut mungkin masih ada pada setiap tahap pengolahan. Sayuran pada umumnya
jarang terkontaminasi oleh koliform fekal yaitu Escherichia coli oleh sebab itu keberadaan E.coli di dalam sayur-sayuran dapat digunakan sebagai indikator
sanitasi.
Sayuran
beku jarang terkontaminasi oleh E.coli
karena :
Sayuran jarang terkontaminasi oleh
kotoran manusia maupun hewan kecuali jika setelah pemanenan sayuran dicuci
dengan air yang terkontaminasi kotoran.
Sayuran bukan merupakan habitat normal
E.coli
Kemungkinan terjadi kontaminasi kotoran
maupun koliform fekal pada syur-sayuran, tetapi karena E.coli merupakan bakteri
yang sensitif terhadap proses blansir dan pembekuan sehingga tidak akan
terdeteksi pada produk sayuran beku.
2.2.2
Kontaminasi Sayuran Kaleng
Sayuran
kaleng adalah sayuran yang diproses dengan cara sterilisasi komersial di dalam
kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah bebas dari mikroorganisme
patogen dan pembusuk yang dapat tumbuh selama penyimpanan pada suhu penyimpanan
yang normal (suhu kamar). Makanan kaleng tidak diharapkan tetap steril jika
disimpan pada suhu relatif tinggi, misalnya sampai 50o – 55oC,
karena bakteri termofilik yang mungkin masih terdapat di dalam sayuran tersebut
dapat tumbuh pada suhu tersebut dan mengakibatkan kebusukan.
Karena
sifatnya yang steril komersial, maka mikroorganisme yang digunakan sebagai
indikator terutama adalah mikroorganisme yang bersifat mesofilik, meskipun pengujian
terhadap termofilik juga diperlukan untuk mengetahui mutu mikrobiologi sayuran
kaleng tersebut. Jadi sebagai indikator kebusukan dapat ditetapkan jumlah
bakteri secara aerobik maupun anaerobik dengan dua macam suhu inkubasi yaitu 32oC
untuk bakteri mesofilik dan 55oC untuk bakteri termofilik (Susiana.
2005).
Beberapa
pengujian mikrobiologi yang lebih spesifik juga dapat dilakukan untuk
mengetahui indikator kebusukan suatu sayuran dalam kaleng, misalnya pengujian
terhadap jumlah bakteri pembentuk asam tanpa gas dan bakteri pembentuk sulfida.
Bakteri yang sering menyebabkan kerusakan makanan kaleng dengan cara membentuk
asam tanpa gas misalnya Basillus
stearothermophilus pada sayuran atau makanan lain berasam rendah, dan Basillus coagulans pada sayuran atau
makanan lain yang bersifat asam. Beberapa bakteri perusak makanan kaleng
bersifat proteolitik dan membentuk hidrogen sulfida sehingga makanan kaleng
menjadi busuk dan berwarna hitam karena terjadinya reaksi antara sulfida dengan
besi. Bakteri yang menyebabkan kerusakan tersebut misalnya Clostridium nigrificans yang bersifat anaerobik dan Basillus betanigrificans yang bersifat
anaerobik fakultatif, keduanya bersifat termofilik.
Pengujian
terhadap mutu keamanan makanan kaleng terutama dilakukan terhadap adanya spora
bakteri C. botulinum. Bakteri ini
tergolong bakteri anaerobik yang membentuk spora dan bersifat mesofilik, dan
merupakan bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan keracunan yang
bersifat letal.
Batas maksimum cemaran mikroba pada
produk pangan sayuran
Jenis
Mikroba
|
Batas
Maksimum (sel/g)
|
Escherichia
coli
|
0 - 103
|
Staphylococcus
aureus
|
0-5 x 103
|
Clostridium
perfingens
|
0 – 102
|
Vibrio
cholerae
|
Negatif
|
Vibrio
parahaemolyticus
|
Negatif
|
Salmonella
|
Negatif
|
Enterococci
|
102 - 103
|
Kapang
|
50 – 104
|
Khamir
|
50
|
Coliform Fekal
|
0 – 102
|
Hasil kajian
tentang kontaminasi E.coli pada sayuran dari Bogor disajikan pada tabel dibawah
berikut ini :
Jenis
Sayuran
|
Produsen
|
Jumlah
Koloni (CFU/g)
|
Selada
|
1
|
1.50 x 102
|
|
2
|
1.80 x 103
|
|
3
|
2.30 x 102
|
|
|
|
Wortel
|
1
|
2.40 x 102
|
|
2
|
5 x 102
|
|
3
|
1.50 x 102
|
|
|
|
Tomat
|
1
|
2.50 x 101
|
|
2
|
4.20 x 102
|
|
3
|
5.80 x 101
|
Dari
tabel diatas dapat dilihat bahwa sayuran yang berasal dari Bogor untuk jenis
sayuran selada, wortel, dan tomat. Secara umum tidak tercemar, berdasarkan
batas minumum cemaran mikroba menurut BPOM kecuali untuk selada yang berasal
dari produsen 2 dengan jumlah E.coli yang ditemukan sebesar 1.80 x 103 CFU/g
sedikit lebih tinggi dari yang diperbolehkan oleh BPOM yaitu 0 – 103
(Uswatun. 2015).
2.3
Alat dan Bahan
Alat
No
|
Nama
Alat
|
Jumlah
|
1
|
Labu Erlenmyer
|
1 Buah
|
2
|
Gunting
|
1 Buah
|
3
|
Pinset
|
1 Buah
|
4
|
Pipet Tetes
|
1 Buah
|
5
|
Cawan Petri
|
6 Buah
|
Bahan
No
|
Nama
Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Sawi Pahit
|
Secukupnya
|
2
|
Sawi Putih
|
Secukupnya
|
3
|
Bayam
|
Secukupnya
|
4
|
Kol
|
Secukupnya
|
5
|
Kangkung
|
Secukupnya
|
6
|
Selada
|
Secukupnya
|
7
|
Media SMA
|
Secukupnya
|
8
|
Media NA
|
Secukupnya
|
2.4
Prosedur Kerja
a.
Menyediakan seluruh alat dan bahan.
b.
Menyiapkan media dengan melakukan
pemanasan terlebih dahulu, dan didinginkan.
c.
Memotong sawi segar dengan ukuran 1 x 1
cm2 sebanyak 4 potong
d.
Memasukkan sawi segar ke dalam aquades
pada labu erlenmeyer
e.
Memotong sawi busuk air dengan ukuran 1
x 1 cm2 sebanyak 4 potong
f.
Memasukkan sawi busuk air ke dalam
aquades pada labu erlenmeyer
g.
Menyiapkan cawan petri sebanyak 2 buah
h.
Membagi tiap cawan petri menjadi 4
bagian yang sama dengan menggunakan spidol pada bagian bawah cawan
i.
Memasukkan media NA untuk cawan pertama
dan media SMA untuk cawan kedua
j.
Memasukkan masing-masing 2 potong sawi
segar dan sawi busuk air pada media NA dan media SMA
k.
Mengingkubasi cawan petri pada suhu 37oC
selama 1 x 24 jam
l.
Mengamati jumlah mikroba yang terdapat
pada tiap perlakuan dan mengamati perubahan warna yang terjadi
2.5
Hasil Pengamatan
Tabel Hasil Pengamatan Uji Mikrobiologi
pada Sayuran
Bahan
|
Hasil
Pengamatan
|
Kol
|
SMA (Busuk) : Terjadi zona bening,
warna mikroba hijau kuning
|
SMA (Segar) : Tidak terjadi zona
bening, warna mikroba coklat
|
|
NA (Busuk) : Warna mikroba coklat
|
|
NA (Segar) : Tidak terjadi perubahan
|
|
Sawi
Pahit
|
SMA (Segar) : Tidak adanya perubahan
hanya terjadi pembusukan
|
SMA (Busuk) : Terdapat spora mikroba,
warna bening
|
|
NA (Segar) : Tidak terjadi perubahan
|
|
NA (Busuk) : Mikroba berwarna coklat
|
|
Bayam
|
SMA (Segar) : Terjadi kontaminasi
dengan jumlah yang rendah daun berwarna kecoklatan
|
SMA (Busuk) : Terjadi kontaminasi
dengan jumlah yang tinggi daun berwarna kecoklatan
|
|
NA (Segar) : Tidak terjadi
kontaminasi, warna daun hijau kecoklatan
|
|
NA (Busuk) : Tidak terjadi
kontaminasi, warna daun hijau kecoklatan
|
|
Kangkung
|
SMA (Segar) : Tidak terjadi
kontaminasi
|
SMA (Busuk) : Tidak terjadi
kontaminasi
|
|
NA (Segar) : Ada 2 jenis jamur dengan
warna orange dan putih
|
|
|
NA (Busuk) : Tidak terjadi kontaminasi
|
Sawi
Putih
|
SMA (Segar) : Terjadi kontaminasi, terdapat
spora jamur
|
SMA (Busuk) : Tidak terjadi
kontaminasi
|
|
NA (Segar) : Tidak terjadi kontaminasi
|
|
NA (Busuk) : Tidak terjadi kontaminasi
|
|
Selada
|
SMA (Segar) : Tidak mengalami
kontaminasi
|
SMA (Busuk) : Mengalami kontaminasi
|
|
NA (Segar) : Tidak mengalami
kontaminasi
|
|
NA (Busuk) : Tidak mengalami
kontaminasi
|
Analisis
Pengamatan:
Pada
pengamatan dengan sampel kol pada media SMA terjadi zona bening. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya hidrolisis lemak, berupa hidrolisis kasein menjadi
senyawa-senyawa nitrogen yang larut, akan tetapi areal bening juga dapat
dibentuk oleh bakteri yang dapat memfermentasikan karbohidrat di dalam medium
menjadi asam. Pada pengamatan tersebut, hanya terjadi pada sampel sayur yang
busuk air sedangkan pada sampel sayur yang segar tidak terjadi adanya zona
bening, hal ini menunjukkan tidak terjadi hidrolisis lemak pada sampel
tersebut. Karena secara teori jika adanya hidrolisis lemak maka akan terbentuk
warna biru victoria, biru spirit, dan sulfat biru nile.
Pada
beberapa pengamatan pada sampel sayuran segar, tidak terjadi perubahan baik
warna maupun adanya bakteri pada sampel tersebut baik pada media SMA maupun NA.
Hal ini menunjukkan tidak adanya reaksi pada kedua media tersebut terhadap
sampel sayuran segar tersebut, berarti pada sayuran segar tersebut tidak
ditemukan adanya mikroba jenis bakteri atau dalam pembuatan sampel serta
peletakan sampel pada media tidak tetap sehingga tidak didapatkan reaksi
ataupun perubahan. Sampel yang tidak mengalami perubahan pada hasil pengamatan
yakni pada sampel kangkung dan sampel selada.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
a.
Pada sampel sayuran segar seperti sawi,
bayam, kangkung tidak terjadi kontaminasi dengan media SMA sehingga tidak
menghasilkan perubahan warna.
b.
Pada sampel sayuran segar untuk
keseluruhan sampel sayuran tidak terjadi kontaminasi dengan media NA, hal ini
menunjukkan bahwa tidak terjadi hidrolisis lemak untuk keseluruhan sampel.
c.
Pada sampel sayuran busuk media SMA,
menunjukkan adanya zona bening. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi
hidrolisis protein untuk sampel sayuran busuk pada kol, sawi pahit, kangkung
dan selada.
d.
Pada sampel sayuran busuk media NA,
menunjukkan adanya perubahan kecoklatan untuk sampel kol, sawi pahit. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hidrolisi lemak untuk kedua sampel tersebut.
e.
Pada beberapa pengamatan yang dilakukan
untuk bahan menunjukkan bahwa untuk media SMA terdapat zona bening serta
memiliki mikroba berwarna hijau kuning kecoklatan sedangkan untuk pengamatan pada
media NA terdapat zona dengan warna kecoklatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasanah, Uswatun. 2015. Mikrobiologi Pangan. Medan : Unimed
Ine. 1992. Dasar-dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan
Muskiyah. 2009. Kontaminasi
mikotoksin pada buah segar dan produk pengolahannya serta penanggulangannya.
Jurnal Litbang Pertanian. Vol 29 No : 3
Purwantisari, Susiana. 2005. Uji Efektifitas Bakteri Kitinolitik sebagai Pengendali Pertumbuhan
Kapang Patogen Penyebab Utama Tanaman Sayuran dan Potensinya Sebagai Bahan
Fungsida Ramah Lingkungan. Laporan penelitian. Semarang : Undip
Komentar
Posting Komentar