MAKALAH METODE DAN TEKNIK ANALISIS BIOTA PERAIRAN
Makalah
Ekologi Perairan
METODE
DAN TEKNIK ANALISIS
BIOTA
PERAIRAN
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Dahliana 41222200
Puput
Rahayu 4122220009
Roma
Duma 4121220010
Yuli
Hardiyanti 4122220013
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan berkah dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul, “Metode
dan Teknik Analisis Biota Perairan” dalam kajian Biologi sebagai bentuk
pengajuan tugas dari mata kuliah Ekologi Perairan oleh Bapak Puji Prastowo,
M.Si
Adapun
makalah ini berisi 3 Bab yakni Bab 1 berupa pendahuluan dari pembuatan makalah,
Bab 2 berupa pembahasan dari metode biota perairan, dan teknik analisi biota
perairan, dan Bab 3 yang berisi kesimpulan berupa ringkasan dari makalah ini.
Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini. Akhir
kata, semoga segala informasi yang terdapat di dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 28 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ii
Daftar
Isi iii
Daftar
Gambar iv
Daftar
Tabel v
Bab 1. Pendahuluan
1.1
Latar Belakang 1
1.2
Rumusan Masalah 1
1.3
Tujuan 2
Bab 2. Pembahasan
2.1 Teknik Pengambilan
Sampel 3
2.1.1
Plankton 3
2.1.2
Bentos 5
2.1.3
Ikan 6
2.2 Analisis Data 8
2.2.1
Kelimpahan Plankton 8
2.2.2
Kelimpahan Bentos 8
2.2.3
Kelimpahan Ikan 9
2.2.4
Indeks Keragaman 9
2.2.5
Indeks Kemerataan 10
2.2.6
Indeks Dominansi 11
2.2.7
Model Distribusi Kelimpahan dan Model Grafik Komunitas Frontier 11
Bab 3. Penutup 14
3.1
Ringkasan 14
Daftar
Pustaka 15
DAFTAR
GAMBAR
Gambar
2.1 Jaring Plankton (Plankton Net) 3
Gambar
2.2 Eckman Grab 6
DAFTAR
TABEL
Tabel
2.1 Hubungan Indeks Shannon Wiener dengan Derajat Pencemaran Air 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cerminan dampak negative proyek
pembangunan (kegiatan manusia) maupun kegiatan alam terhadap perairan antara
lain berupa perubahan tipe komunitas, menurunnya keanekaragaman jenis,
menurunnya produktivitas (biomassa) dan hilangnya jenis-jenis organisme
perairan berupa plankton, bentos, makrofita, ikan dll. Untuk mengetahui adanya
perubahan atau keadaan eksosistem perairan tersebut, maka perlu dilakukan
pengukuran komponen biota perairan.
Komponen biologi perairan (Plankton,
Bentos, Perifiton dan Nekton) dapat digunakan sebagai penduga kualitas perairan
secara efisien melalui teknik indikator biologi (biological indicator).
Ketepatan analisis dan pengambilan kesimpulan serta rekomendasi di dalam
penelitia sangat ditentukan oleh ketelitian dalam pengukuran komponen
lingkungan. Teknik pengukuran biologi perairan ini meliputi penentuan stasiun
(lokasi), pengambilan contoh (sampel), teknik pengambilan, dan pengawetan
contoh serta perhitungan organisme perairan tersebut atau teknik analisis data.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa kajian yang akan dibahas
untuk makalah ini adalah :
1. Bagaimana
teknik pengambilan sampel untuk organisme perairan seperti plankton, bentos dan
ikan?
2. Bagaimana
cara menghitung kelimpahan organisme perairan seperti plankton, bentos dan
ikan?
3. Bagaimana
indeks keragaman, kemerataan, dominansi populasi pada organisme perairan?
4. Bagaimana
hubungan model distribusi kelimpahan dan model grafik suksesi komunitas
frontier?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
teknik pengambilan sampel untuk organisme perairan seperti plankton, bentos dan
ikan.
2. Mengetahui
cara menghitung kelimpahan organisme perairan seperti plankton, bentos dan
ikan.
3. Mengetahui
indeks keragaman, kemerataan, dominansi populasi pada organisme perairan.
4. Mengetahui
hubungan model distribusi kelimpahan dan model grafik suksesi komunitas
frontier.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teknik Pengambilan
Plankton
2.2.1 Plankton
Pengukuran plankton sangat penting
didalam studi lingkungan perairan, karena fitoplankton fitoplankton merupakan
produsen primer yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi total
didalam ekosistem perairan.
a. Penentuan Stasiun
Plankton
Prinsip yang harus diperhatikan
dalam menentukan stasiun pengambilan sampel plankton adalah harus mencakup
daerah perairan yang hendak diamati. Pengambilan sampel harus mewakili daerah
hulu dan daerah hilir dari daerah yang akan diamati.
b. Alat Pengumpulan
Plankton
Cara mengumpulan plankton, yang
habitatnya di permukaan air tawar, dan air laur. Maka diperlukan sebuah alat
yakni jaring plankton (plankton net)
Gambar 2.1 Plankton Net
Ada beberapa tipe alat yang dapat
dipergunakan untuk mengumpulkan plankton pada perairan seperti pompa, botol,
planktonometer, dan jaring plankton. Namun kelemahan dari plankton net adalah
sukar untuk mengukur volume air yang tersaring, sukar untuk mengambil contoh
air pada kedalaman tertentu dan tidak dapat mengumpulkan sebagian nanoplankton
sehubungan dengan ukuran mata jaring minimal -28 um.
c. Cara Pengumpulan Plankton
Pengoperasian jaring plankton
dilakukan dengan cara menariknya pada kecepatan tertentu, disesuaikan dengan
ukuran mata jaring agar jaring tidak rusak. Air akan melalui mulut jaring,
sehingga plankton yang terbawa aliran air akan tersaring. Untuk kepentingan
analisis plankton secara kuantitatif, maka diketahui volume air yang tersaring.
Penentuan volume air yang tersaring
selama penarikan jaring dapat dilakukan dengan menggunakan alat flow meter
mulut jaring. Sebelum dan sesudah pengumpulan plankton hendaknya flow meter ini
dikalibrasi. Pada kalibrasi ditentukan panjang kolom air (m) yang diperlukan
untuk menghasilkan satu rotor (p). Dengan diperolehnya nilai p, maka volume air
tersaring dapat diukur berdasarkan rumus :
V = R x a x p
Keterangan
:
V
= Volume air yang tersaring (m3)
R
= Jumlah putaran rotor
a
= Luas mulut jaring (m2)
Bila jaring plankton ditarik
dibelakang perahu atau kapal, sedangkan flow meter tidak tersedia, volume air
yang disaring secara kasar dapat dihitung berdasarkan rumus :
V = s x a
Keterangan
:
V
= Volume air yang tersaring (m3)
s
= Jarak yang ditempuh kapal/perahu dari saat menarik jaring sampai saat
berhenti
a
= Luas mulut jaring (m2)
Bila dilakukan secara vertical,
volume air yang tersaring dapat dihitung berdasarkan rumus :
V = d x a
Keterangan
:
V
= Volume air telah tersaring (m3)
d
= Kedalaman dimana jaring plankton ditenggelamkan (m)
a
= luas mulut jaring (m2)
d. Pengawetan Sampel
Plankton
Berbagai bahan pengawet yang dapat
digunakan dalam pengawetan plankton, namun dalam hal ini akan dibatasi pada
yang umum dipakai oleh para peneliti, antara lain alkohol, formalin dan larutan
KI serta larutan lugol asam asetat.
Penggunaa larutan lugol asam asetat
merupakan bahan pengawet plankton yang paling baik digunakan karena daya
kerjanya yang tidak terlalu tajam. Cara membuat larutan ini adalah :
o Larutkan
10 gr KI dalam 20 ml aquades
o Tambahkan
5 gr Iodium murni, lalu aduk dengan rata sampai larut
o Tambahkan
lagi 50 ml aquades dan 5 gr CH3COONa (Na Asetat), kemudian simpanlah
larutan ini didalam botol yang berwarna gelap.
Untuk
mengawetkan dan membunuh sampel plankton, larutan lugol tersebut diatas cukup
tiga tetes untuk volume sampel sebanyak 100 cc. Sampel yang telah diisi
pewanget dikocok secara merata.
2.1.2 Bentos
Peranan
bentos di dalam ekosistem perairan sangat besar , dianatarnya sebagai pengurai
bahan-bahan organik yang terdapat di dasar atau dalam dasar perairan. Selain
itu sebagai pentransfer energi dan produksi primer ke organisme dengan
trophic-level yang lebih tinggi. Selain itu, beberapa diantaranya bernilai
ekonomis penting, seperti dari golongan kepiting dan udang. Akhir –akhir ini
juga telah berkembang teknik pendugaan kualitas air dengan menggunakan bentos
sebagai indikator.
a.
Penentuan
Stasiun Pengambilan Sampel Bentos
Prinsip penentuan stasiun
pengambilan contoh bentos hampir sama dengan prinsip penentuan stasiun
pengambilan contoh plankton. Pada umumnya pengambilan contoh bentos dan
plankton dalam suatu penelitian.
b.
Pengumpulan
dan Pengawetan Sampel Bentos
Untuk mengumpulkan bentos dapat
digunakan beberapa tipe alat, disesuaikan
dengan jenis dan keadaan perairan. Beberapa tipe alat yang sering
digunakan adalah : eckman grab, peterson grab, surber square root sampler (
jala surber) dan bingkai kuadrat.
Pengumpulan bentos di danau atau sungai
yang berarus lambat dan dasar lunak biasanya menggunakan peterson grab. Sedangkan
untuk mengumpulkan bentos di sungai yang dangkal di gunakan surber square foot
sampler atau bingkai kuadrat.
Bentos
yang terdapat di perairan daerah pesisir pantai atau bagian laut yang dangkal
dapat dikumpulkan dengan menggunakan bingkai kuadrat, sedangkan di bagian laut
yang dalam digunakan eckman grab
Gambar 2.2 Eckman Grab
2.1.3 Ikan
a. Penentuan Stasiun
Pengambilan Sampel Ikan
Penentuan lokasi sampling ikan
tergantung pada maksud penelitian, kondisi habitat/keadaan hidrografi, yang
menyangkut kondisi tanahnya (berpasir,berkapur,berkarang,curam atau landai),
tempat pemasukan dan pengeluaran air, tipe dasar perairan ( berkapur,
berpasir,batu-batuan, karang atau banyaknya bekas tumbuh-tumbuhan). Yang
menutupi permukaan perairan, tumbuh-tumbuhan atau benda-benda lainnya yang
menjdai tempat perlindungan ikan dan sifat kimiawi perairan serta suhu
periaran.
b. Pengumpulan Sampel
Alat
dan teknik/cara menangkap ikan mempunyai peranan yang penting untuk mendapatkan
data yang diinginkan, semua alat penagkapan ikan dapat digunakan untuk
mengadakan penelitianbiota ikan.
Alat
tangkap ikan sesuai dengan jenis dan habitatnya. Untuk perairan sungai dengan
dasar berbatu, dangkal dan cukup berarus lebih cocok memakai electric fishing,
sedangkan untuk air yang mengalir dan cukup dalam, bisa mempergunakan pancing,
jala atau gill net.
c.
Pengawetan
Sampel ikan
Sampel
ikan yang memerlukan analisis lanjutan di laboratorium, data yang diperlukan
telah di catat di lapangan, harus diawet tepat, disimpan di tempat yang aman
serta cepat di capai apabila kelak memerlukannya.
Bahan
pengawet yang baik ialah formalin 10 % atau alkohol 95 % maupun 50%. Sebelum
alkohol di pergunakan, biasanya ikan diawetkan dahulu dengan formalin selama
beberapa hari, kemudian dicuci dengan air, lalu direndam selama 24 jam, baru di
taru di dalam alkohol.
Formalin
yang umum di pergunakan adalah 4-5 % untuk ikan berukuran kecil. Untuk ikan
berukuran besar (> 15 cm ) adalah 10 %. Untuk mencegah proses pengamatan
ikan – ikan yang di awet, biasanya formalin di campur dengan borak ( 5 gr tiap
2 liter). Untuk ikan berukuran besar sebelum di awet diadakan penorehan pada sisi
perut di sebelah kanan sepanjang lebih kurang sepertiga panajang rongga
perutnya. Hal ini dilakukan agar bahan pengawet lebih mudah masuk ke dalam
rongga perut, sehingga organ – organ perut ikan tidak membusuk.
Bahan
formalin dapat di kurangi bila sebelum di awet ikan terlebih dahulu direndam
selama beberpa menit didalam larutan NaHSO3 dan Na2SO3
dengan perbandingan 60 gram NaHSO3 dan 90 gram Na2SO3
dengan perbandingan 60 gram NaHSO3
dan 90 gram Na2SO3 untuk tiap liter air. Dapat juga
direndam terlebih dahulu dalam alkohol 70% yang sebelumnya di bilas dengan air.
2.2 Analisis Data
Setelah didapatkan sampel plankton,
bentos dan nekton secara mewakili, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis
sampel organisme tersebut agar dapat dijadikan dasar analisis serta pengambilan
kesimpulan dari sebuah penelitian.
Beberapa parameter penting dari
organisme tersebut yang biasanya sangat diperlukan dalam penelitian adalah
jumlah dan komposisi species, kelimpahan, dan keberadaan species endemik serta
metode kualitatif (indeks) pada pendekatan indikator biologis sebagai penduga
kualitas perairan.
2.2.1 Kelimpahan
Plankton
Ada beberapa metode pengukuran
kelimpahan plankton, namun yang paling lazim digunakan adalah metode
microtransect dan Ulterman’s. Berikut ini akan diuraikan tentang metode
Microtransect yakni :
a. Sampel
air plankton dikocok air tersebut perlahan hingga merata (homogen)
b. Ambil
satu tetes sampel air tersebut dan catat volumenya kemudian taruh pada gelas
objek dan tutup dengan gelas penutup.
c. Amati
dengan menggunakan mikroskop sebanyak 10 kali transect
d. Jumlah
total individu / tetes :
Luas
gelas penutup x Jumlah
rata-rata individu
Luas
1 lapang pandang Lapang pandang
e. Jumlah
total individu / liter
Keterangan
:
O1
= Luas gelas penutup (mm2)
Op
= Luas 1 lapang pandang (mm2)
Vr
= Volume air contoh yang tersaring dalam bucket (ml)
Vo
=Volume 1 tetes air contoh (ml)
Vs
=Volume air tersaring dengan jaring plankton (l)
n
= Jumlah plankton pada seluruh lapang pandang
p
= Jumlah lapang pandang
2.2.2 Kelimpahan Bentos
Semua organisme bentos baik makro
maupun mikro yang diambil pada satu luasan transek / alat, diidentifikasi dan
dihitung jumlahnya dibawah mikroskop binokuler atau monokuler. Jumlah individu
per satuan luas transek / alat dihitung dari rata-rata jumlah individu pada
beberapa pengambilan sampel dengan rumus :
X =
n
Keterangan
:
X
= rata-rata jumlah individu pada pengambilan sampel sebanyak n kali.
Xi
= Jumlah individu pada pengambilan sampel ke-i
n
= Jumlah pengambilan sampel
2.2.3 Kelimpahan Ikan
(Nekton)
Untuk
mengetahui kelimpahan atau kepadatan (K) dan kelimpahan relative (KR)
dipergunakan rumus :
K
=
KR
=
Keterangan
:
K
= Kepadatan populasi
KR
= Kepadatan relatif
2.2.4 Indeks Keragaman
atau Indeks Diversitas
Keragaman
populasi
H’
=
Keterangan:
H’
= Indeks keragaman Shannon wiener
S
= jumlah species
Pi
=
Ni
= Jumlah individu species ke-i
N
= Jumlah total individu
Indeks
keragaman Shannon-Wiener dengan ketentuan :
<
0 < 2 < 2,302 :
Nilai indeks keragaman rendah
<
2,302 < H < 6,907 :
Nilai indeks keragaman sedang
<
H > 6,907 :
Nilai indeks keragaman tinggi
Tabel
2.1 Hubungan antara Indeks Keragaman Shannon Wiener dengan Derajat Pencemaran
Perairan
2.2.5 Indeks
Keseragaman atau Kemerataan
Keseragaman
populasi dapat dihitung dengan rumus berikut :
E
= (Nilai berkisar
antara 0 – 1)
Keterangan
:
E
= Indeks keseragaman Shannon
H’
= Ln S
Hmax
= Jumlah taksa
Semakin kecil nilai E, semakin kecil
keseragaman suatu populasi yang berarti penyebaran jumlah individu setiap
species tidak sama dan ada kecenderungan populasi tersebut didominasi oleh
suatu species. Begitu juga sebaliknya, dan keseragaman yang tinggi menunjukkan
kondisi lingkungan yang baik.
2.2.6 Indeks Dominansi
Untuk melihat dominansi dalam suatu
populasi digunakan indeks Dominansi dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
C
=( )2
Keterangan
:
C
= Nilai indeks dominansi, berkisar antara 0 -1
Ni
= Jumlah individu species ke-i
N
= Jumlah total individu
Semakin besar nilai C, maka
ekosistem tersebut terdapat species yang dominan.
2.2.7 Model Distribusi
Kelimpahan dan Model Grafik Suksesi Komunitas Frontier
Pengaruh dan analisis tingkat
kestabilan komunitas yang berkaitan dengan kualitas lingkungan perairan
digunakan Model Distribusi Kelimpahan Motomura, Preston dan MacArthur.
a.
Model
Motomura (Model Log Linear)
Model
Motomura (Model Log Linear) artinya ada hubungan linear antara log kelimpahan
individu dengan peringkat species. Model ini menggambarkan keadaan eskosistem
organisasi komunitas bersifat kompetitif, tidak stabil, mengalami gangguan,
pembagian sumber daya tidak merata, dan produktivitasnya rendah, serta
didominasi oleh species tertentu.
Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai
berikut :
qi = qi . mi=1 atau Log qi =
ai + b
Keterangan :
qi = Jumlah individu atau kelimpahan
species pada peringkat ke-i
m = anti log a = konstanta lingkungan
dari Motomura
-ab = Konstanta regresi
Nilai
berkisar anatara 0 – 1, apabila m mendekati 1 berarti lingkungan baik,
diversitas maksimum dan komunitas stabil.
b.
Model
Preston (Model Log Normal)
Model
Preston merupakan model distribusi normal, menunjukkan hubungan antara Log2
dari kelimpahan dan biomassa dengan nilai probit peringkat ke-i. Hubungan ini
menunjukkan dengan rumus sebagai berikut :
Log2qi = A . P (ki) = b
Keterangan :
qi = Jumlah individu species pada
peringkat ke-i
A dan B = Konstanta
m = Konstanta preston (1/A2)
P (ki) = Nilai probit jenis peringkat
ke-1
Model
log normal menggambarkan organisasi komunitas yang layak, produktif, matang dan
kestabilan tinggi, pembagian relung merata, serta mebncirikan suatu komunitas
yang seimbang (ideal).
c.
Model
MacArthur (Model Broken Stick)
Model MacArthur adalah model klasik
yang menggambarkan hubungan non linear antara kelimpahan species dengan
peringkat species, dimana pembagian relung mengacak tanpa tumpang tindih.
Lingkungan ideal yang sangat produktif dan sangat stabil, ditunjukkan dengan
rumus sebagai berikut :
qi
=
Keterangan
:
qi
= Jumlah individu pada peringkat species ke-i
Q
= Jumlah total individu
N
= Jumlah species
R
= Peringkat species ke-i
i
= Species atau genera ke-i
Model yang sesuai untuk tiap lokasi
ditentukan dengan uji kesesuaian model Matsushita (Dm), dimana model yang
paling sesuai ditentukan oleh nilai Dm yang terkecil, dinyatakan dengan rumus :
Dm
= (pi – qi)2
qi
= qti/qti
ai
= qoi/qoi
Keterangan
:
qti
= Kelimpahan species teoritis
qoi
= Kelimpahan species observasi
Model yang memiliki kesesuaian jarak
terkecil yaitu model yang sesuai dengan kondisi komunitas tersebut. Strategi
adaptasi dan tingkat suksesi suatu komunitas dalam kaitannya dengan kualitas
lingkungan dapat diketahui dan diidentifikasi menggunakan model grafik Frontier.
BAB III
PENUTUP
3.1 Ringkasan
Komponen biologi perairan dapat
digunakan sebagai penduga kualitas perairan secara efisien melalui teknik
indikator biologi, yakni melalui tahapan sebagai berikut penentuan stasiun
(lokasi), pengambilan sampel, teknik pengambilan dan pengawetan sampel serta
perhitungan organisme perairan tersebut atau teknik analisis data.
Beberapa sampel yang biasa dijadikan
indikator adalah plankton, bentos dan nekton.
Alat
yang digunakan untuk menangkap plankton adalah jaring plankton atau plankton
net, sedangkan untuk bentos adalah eckman grab dan untuk nekton adalah jaring
nekton.
Beberapa bahan kimia yang digunakan
untuk pengawetan sampel adalah alkohol, formalin dan larutan KI serta larutan
lugol asam asetat.
Beberapa parameter dari organisme
perairan yang biasanya sangat diperlukan dalam pengamatan adalah jumlah dan
komposisi species, kelimpahan dan keberadaan species endemik serta metode
kualitatif (indeks) pada pendekatan indikator biologis yakni Indeks keragaman
(Diversitas), Indeks Keseragaman (Kemerataan), dan Indeks Dominansi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alaerts,
G. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional
Arinardi.
1995. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Sekitar Pulau
Sumatera. Jakarta : LIPI
Basmi,
J. 1992. Ekologi Plankton. Bogor : Fakultas Perikanan IPB
Koesoebiono.
1979. Dasar-dasar Ekologi Perairan Bagian IV. Bogor : IPB
Tim
Dosen. 2014. Ekologi Perairan. Medan : FMIPA Unimed
Suin,
N. 2002. Metode Ekologi. Padang : Universitas Andalas
Komentar
Posting Komentar